Senin, 11 Agustus 2008

TINGKAT MORALITAS ISLAM DALAM QUR'AN DAN HADITS

Menurut Al-Qur`an dan sunnah Rosul, moralitas islam terdiri dari tiga tingkatan ialah : iman, islam dan ihsan, dan susunan tersebut bersifat alamiah, artinya tingkatan berikut lahir dari tingkatan sebelumnya yang berfungsi sebagai dasar.

Marilah kita simak dalil berikut :

كَانَ النَّبِىُ صلى الله عليه وسلم بَارِزًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ فَقَالَ مَا الإِيْمَانُ قَالَ الإِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ قَالَ مَا الإِسْلاَمُ قَالَ الإِسْلاَمُ أَنْ تَعْبَدَ اللهَ وَلاَ تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتَقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوْضَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ قَالَ مَا الإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبَدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ ... الحديث * رواه البخارى
“Suatu hari Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam ada diantara manusia, Jibril datang pada Nabi, maka Jibril bertanya : apakah iman ? Nabi berkata : iman adalah jika engkau iman kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, bertemu kepadaNya, rosul-rosulNya dan iman kepada hari kebangkitan. Jibril bertanya : apakah islam ? Nabi berkata : islam adalah jika engkau menyembah kepada Alloh, engkau tidak mensekutukanNya sedikitpun, engkau menetapi sholat, engkau mendatangkan zakat yang diwajibkan dan engkau berpuasa romadlon. Jibril bertanya : apakah ihsan ? Nabi berkata : bahwa jika engkau menyembah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatnya, jika tidak bisa maka Alloh melihatmu . . .”

Menurut Al-Qur`an dan sunnah Rosul sebagai tersebut diatas, moralitas islam terdiri dari tiga tingkatan ialah : iman, islam dan ihsan, dan susunan tersebut bersifat alamiah, artinya tingkatan berikut lahir dari tingkatan sebelumnya yang berfungsi sebagai dasar.

Kalau tingkat pertama tidak kuat, tidak dapat dibayangkan akan bisa didirikan tingkat kedua, ibarat bangunan maka iman adalah fundamennya, diatas fundamen itu didirikan bangunan islam dan ihsan.

Dari perumpamaan itu jelaslah bahwa selama iman yang merupakan dasar dari islam dan ihsan tidak ada, tidak mungkin ada islam dan ihsan dalam bentuk apapun juga. Demikian pula jika iman lemah dan goncang, tidak mungkin didirikan di atasnya bangunan apapun, kalau didirikan juga tentu bangunan tersebut akan mempunyai fundamen yang goncang dan goyah.

Begitu juga kalau iman sempit dan terbatas, maka sudah pasti islam dan ihsan akan mengikuti batas iman, tidak akan melebihi selamanya. Selama iman tidak benar, tidak kuat dan tidak luas aspek-aspeknya, maka seseorang yang mengerti agama tidak dapat membayangkan akan bisa didirikan di atasnya bangunan islam dan ihsan. Ia semestinya mementingkan lebih dahulu memperbaiki menata dan meluaskan islamnya sebelum ihsan. Akan tetapi yang banyak kita saksikan masa kini, manusia melupakan susunan yang alamiah ini, mereka tidak meperhatikannya. Mereka mendirikan bangunan ihsan yang menjulang tinggi sebelum mereka mengokohkan sendi iman, islam dan taqwa terlebih dahulu. Yang lebih menyedihkan dan memprihatinkan lagi adalah banyak orang yang menggambarkan iman dan islam dalam pikiran mereka dengan gambaran yang terbatas. Mereka mengira telah berhasil menyempurnakan islam bila mereka telah mencurahkan penampilan fisik, pakaian, duduk, berdiri, makan, minum dan amalan-amalan dhohir lainnya ke dalam suatu cetakan tertentu, kemudian mereka merasa sudah mencapai derajat ihsan yang paling tinggi bila mereka telah mengerjakan beberapa sholat sunnah, dzikir, wirid dan amalan-amalan sunnah lainnya dalam kadar tertentu, akan tetapi yang banyak kita saksikan dari kehidupan mereka yang mengaku muhsinin itu adalah adanya beberapa isyarat sebagai saksi bicara yang menunjukkan bahwa mereka belum lagi mendirikan bangunan iman di atas dasar yang kuat dan kokoh.

Selama kesalahan-kesalahan ini masih tetap ada, jangan harapkan selamanya kita akan berhasil melengkapi alat-alat yang diperlukan untuk membina moralitas islam. Dari itu mertilah kita menyempurnakan pandangan dan pemahaman tentang ketiga tingkatan moralitas islam tersebut (iman, islam dan ihsan) beserta susunannya yang alamiah.

IMAN

Setiap orang mengetahui bahwa iman itu adalah pembenaran serta pernyataan tauhid dan risalah, ( تَصْدِيْقٌ بِالْقَلْبِ وَإِقْرَارٌ بِاللِّسَانِ ) ,

jika seseorang telah mengakui keduanya maka secara hukum ia telah masuk islam dan masuk kelompok kaum mu’minin। Akan tetapi apakah cukup pernyataan semata-mata yang secara hukum sudah memenuhi syarat sebagai seorang muslim bisa dijadikan fundamental bagi kehidupan islami dengan dua tingkatanya yang lain ?

Sangat disayangkan dan memprihatinkan sekali banyak orang yang menganggap demikian, karena itu setiap kali mereka melihat adanya semata pernyataan langsung mereka dirikan bangunan amalan islam di atasnya. Demikian pulalah halnya ihsan kalau didirikan di atas dasar yang tidak kokoh, maka akan jatuh dan runtuh. Untuk mendirikan bangunan kehidupan islam yang sempurna diperlukan iman yang teguh, yang mencakup segala aspeknya dan terhunjam kuat hingga akar-akarnya tidak mudah tercabut. Jika salah satu saja dari aspek iman yang banyak itu hilang, maka kekurangan tersebut akan tetap berpengaruh kepada keutuhan bangunan islam, selama iman lemah selama itu pula bangunan kehidupan islam terancam kelemahan dan keruntuhan.

Ambil sebagai contoh iman kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan tiang pokok dan batu fundamental agama yang pertama, kita akan dapatkan bahwa bila pernyataan beriman kepada Alloh melebihi gambaran dan penguraian yang semestinya (keluar dari Qur`an Hadits), maka akan muncul beberapa versi ( pandangan) pemahaman tentang iman yang berbeda-beda dan tak terhitung banyaknya, kitabulloh dan hadits Nabi adalah sumber otentik dan universal segala urusan agama islam, yang dari padanya pulalah kita dapatkan gambaran dan penjelasan tentang ketinggian iman yang semestinya. Setiap pandangan sempit dan terbatas akan diikuti pula oleh keterbatasan shibghoh islam pada kehidupan amaliah dan moral.

Sebagai contoh, kita dapat saksikan bahwa orang-orang yang sudah mencapai iman yang tinggi sesuai dengan pandangan agama yang berkembang menganggap bahwa, menggabungkan antara taat kepada Alloh dengan tunduk patuh pada thoghut, atau mengkombinasikan sistim kufur dengan sistim islam hingga menghasilkan bentuk baku yang dapat memenuhi segala keinginan mereka, dipandang sebagai tidak melanggar batas kehidupan islami.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ * سورة المائدة ٤٤
“Dan barang siapa yang tidak menghukumi dengan apa yang telah diturunkan oleh Alloh (karena mengingkarinya), maka mereka itulah orang-orang kafir.”

Begitu juga ukuran kekuatan iman seseorang kepada Alloh berbeda pada masing-masing pribadi, ada yang lebih mencintai Alloh dari pada sebagian hak miliknya sementara ada beberapa hal yang lebih ia cintai daripada Alloh. Adapula yang bersedia menjual tenaga dan hartanya pada jalan Alloh, tetapi sukar baginya mengorbankan pikiran, ide-idenya yang khas atau ketenaran nama yang ia dapat dari masyarakat. Inilah beberapa ukuran dan timbangan yang jelas untuk dapat membedakan mana orang yang istiqomah dengan kehidupan islam dan mana yang goyah, begitulah manusia mengkhianati moralitas islamnya dalam hal-hal yang bangunan imannya lemah dan goyah.

Sebenarnya bangunan kehidupan islam yang sempurna dan ikhlas tidak mungkin berdiri bila tidak ditopang oleh pernyataan tauhid yang mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan berjama’ah.

Kemudian bangunan ini, yaitu bangunan iman kepada Alloh tidak mungkin dapat dikokohkan tonggak-tonggaknya kecuali jika seseorang dapat meyakini dengan pasti dan menanamkan dalam jiwanya kesadaran yang sempurna bahwa ia dan semua miliknya adalah kepunyaan Alloh dan akan kembali kepadaNya dan ia jadikan segala ridlo dan marah yang ada pada dirinya diukur dengan ridlo dan marah Alloh.

قُلْ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِى للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ * سورة الأنعام ١٢٦
“Katakanlah : sesungguhnya sembahyangku dan ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Alloh Tuhan yang memelihara sekalian alam.”

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَفْضَلُ اْلأَعْمَالِ الْحُبُّ فِى اللهِ وَالْبُغْضُ فِى اللهِ * رواه أبو داود
“Lebih utamanya amal adalah cinta dalam urusan Alloh dan beci juga dalam urusan Alloh.”

Ia sesuaikan pandangan, pikiran, pendapat, kecenderungan hati dan metode berpikirnya dengan cetakan ilmu yang diwahyukan Alloh dalam kitabNya yang mulia, ia tanggalkan dari kuduknya segala belenggu konspirasi (persekongkolan) yang tidak tunduk kepada Alloh bahkan menentangnya. Ia tanamkan rasa cinta kepada Alloh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam dan ia campakkan dari lubuk hatinya segala thoghut yang menuntutnya dengan segala kekuasaan melebihi yang dikehendaki Alloh. Ia kaitkan cinta, benci, persahabatan, keinginan, perjalanan, perdamaian dan seterusnya dengan keridloan Alloh, dengan arti kata ia tidak ridlo kecuali kepada apa yang diridloi Alloh dan tidak benci kecuali kepada apa yang dibenci oleh Alloh. Demikianlah martabat dan puncak iman kepada Alloh yang sebenarnya (manisnya iman).

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ للهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِى الْكُفْرِ بعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ * رواه مسلم
“Ada tiga perkara, barang siapa yang tiga perkara tersebut ada padanya maka orang itu akan menjumpai manisnya iman yaitu, orang yang lebih mencintai Alloh Rosul daripada selain Alloh Rosul, orang yang mencintai orang lain karena Alloh dan orang yang benci pada kembali kufur setelah Alloh menyelamatkannya (dari kufur) seperti bencinya jika dia dibuang ke api.”

Yang jelas apabila iman kurang dan terbatas keluasan, kematangan dan kemantapannya dalam bentuk-bentuk yang disebutkan diatas, bagaimana mungkin akan ada ihsan ?

Kita dapat bandingkan hal yang demikian dengan iman kepada Nabi, kitab suci, hari akhirat dan seterusnya.

Sesungguhnya iman kepada Rosul tidak sempurna kecuali bila seseorang meyakini bahwa Rosul sebagai pemimpin dan pembimbingnya, mengikuti petunjuknya, menjadikannya sebagai teladan dalam segala urusan kehidupan, dan menolak segala kepatuhan, bimbingan dan petunjuk yang bertentangan dengan petunjuknya atau yang terlepas darinya.

Begitu juga iman kepada kitab suci tetap kurang selama di hati masih ada kotoran berupa kepuasan hati tunduk pada pokok-pokok dan prinsip kehidupan yang tidak sesuai dengan kitabulloh, atau tidak ada keresahan di hati dan jiwa bila aturan-aturan di dunia tidak mengikuti apa yang diwahyukan Alloh dan tidak mengambilnya sebagai sistim kehidupan di dunia.

Begitu juga tidak sempurna iman kepada akhirat selama seseorang masih belum rela mengutamakan akhirat dari dunia, dan belum mau menolak nilai-nilai duniawi bila bertentangan dengan nilai-nilai ukhrowi, serta tidak mempunyai rasa tanggung jawab ukhrowi di setiap langkah yang diempuhnya didalam kehidupan duniawi.

Kalau fundamen dan tiang-tiang pokok ini tidak ada, bagaimana mungkin kehidupan islam akan dapat ditegakkan?

Tatkala manusia menganggap bahwa bangunan moralitas islam bisa berdiri tanpa menyempurnakan dan mengokohkan tiang-tiang pokok ini maka saat itu pula segala urusan terpulang kepada mereka.

ISLAM

Bila fundamen dan tiang-tiang iman yang disebutkan diatas telah mengakar sempurna dan mendapat tempat yang layak maka bangunan islam yang merupakan tingkatan moralitas islam kedua dapat berdiri di atasnya.

Islam itu tidak lain adalah refleksi iman dalam bentuk amalan.

لَيْسَ الإِيْمَانُ بِالتَّمَنِّى وَلاَبِالتِّحِّلِى وَلَكِنْ هُوَ مَا وَقَرَ فِى الْقَلْبِ وَصَدَّقَةُ الْعَمَلُ ٭ رواه ابن النار
“Keimanan bukanlah sekedar angan-angan dan juga bukan sekedar hiasan semata tetapi keimanan adalah sesuatu yang menetap di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.”

Hubungan iman dengan islam tak ubahnya seperti hubungan bibit dengan pohon. Pohon tidak tumbuh kecuali sesuai dengan bibit yang ditanam, dan tidak pernah kita bayangkan selamanya bahwa satu pohon dapat tumbuh dan menjulang tinggi tanpa menanam bibitnya terlebih dahulu di tanah, atau sebaliknya kita tidak dapat membayangkan bahwa satu pohon tidak akan tumbuh dan berbuah kalau bibitnya sudah ditanam di tanah yang subur.

Begitu pulalah antara iman dan islam, refleksi iman seseorang tentu akan terlihat alam kehidupan amaliyahnya, pergaulan dengan manusia, usahanya menghubungkan atau memutuskan silaturrohim, arah usaha, kiprah (kegiatan), kecenderungan watak, perasaan, pengaturan waktu, kekuatan dan kemampuan dan aspek kehidupan lainnya.

Jika salah satu aspek dari aspek-aspek tersebut tidak islami, maka ketahuilah bahwa iman tidak ada pada aspek tersebut, jikapun ada ia tidak punya kekuatan dan daya hidup, jika seluruh kehidupan amaliyahnya berjalan tidak secara islam, maka ketahuilah bahwa hatinya kosong dari iman.

Buminya memang sudah demikian gersang, hingga bibit iman tidak menghasilkan buah, tetapi yang kita yakini dan kita merasa pasti dengan keyakinan itu sesudah Alloh mentakdirkan kita dapat menelaah dan mempelajari kitabNya dan sunnah Rosul adalah, bahwa mustahil iman yang ada di hati tidak merefleksikan amalan yang islami. Di dalam kitab suci Al-Qur`an diterangkan dengan jelas bahwa iman yang bersifat iktikad berkaitan erat dengan islam yang bersifat amaliyah.

Alloh sering menyebut kalimat amal sesudah kalimat iman di dalam ayat suci Al-Qur`an, dan Alloh tidak menjanjikan balasan dan pahala yang baik kecuali kepada hamba-hambanya yang mu’min dalam iktikad dan muslimin dalam amalan.

Dan di dalam Al-Qur`an dijelaskan juga bahwa Alloh tatkala menghukum orang-orang munafik, menjadikan amalan mereka yang jahat sebagai bukti tidak adanya iman mereka, begitu pula Alloh menjadikan amalan yang islami sebagai bukti iman yang sebenarnya. Yang ditelaah disini hanyalah manfaat dan mudlorot tentang iman dan islam bagi orang yang memilikinya di hadapan Alloh nanti di hari kiamat, karena dari iman dan islam itulah nanti ditentukan hasil-hasilnya di akhirat.

Kalau kita cermati dengan pandangan yang hakiki / berdasar dalil dan realitas, akan kita dapatkan bahwa, setiap kali seorang ditimpa penyakit yang menghambatnya untuk menyerahkan diri dan amal perbuatannya untuk Alloh, setiap kesukaannya yang berlawanan dengan keridloan Alloh, setiap kali dia terjerumus ke dalam amal usaha yang tidak bertujuan menegakkan agama Alloh dan setiap kali dia berusaha dan berjuang bukan karna Alloh, maka setiap kali itu pula imannya semakin kurang dan bertambah lemah.

Oleh karena itu jelaslah bahwa bangunan ihsan tidak mungkin didirikan di atas fundamen iman dan islam yang tidak kokoh, walaupun dia berusaha sekuat tenaga meniru penampilan dan pakaian para muttaqin serta berusaha melakukan sebagian yang dilakukan mereka.

Potret luar jika kosong dari roh yang sebenarnya tak ubahnya seperti seorang laki-laki yang ganteng, sesudah meninggal jasadnya masih utuh dengan pakaian yang gemerlapan, sekalipun mulanya kita tertipu dengan bentul lahir jasad yang tergeletak di bumi itu dan kita menggantungkan harapan dengannya, namun tidak lama kemudian akan tahu yang sebenarnya.

Dengan mudah anda dapat menipu diri anda dengan potret luar yang menarik, akan tetapi anda tidak mungkin meninggalkan pengaruhnya di alam realitas, atau anda tidak mungkin mencapai timbangan apapun di daun timbangan Alloh di hari kiamat nanti. Jika anda tidak tertipu dengan bentuk lahir dan tidak menginginkan kecuali ihsan yang sebenarnya yang bermanfaat kepada anda dalam meninggikan kalimat agama Alloh di dunia dan memenangkan timbangan kebaikan di akhirat, maka ketahuilah dengan yakin bahwa tingkatan ihsan yang tinggi tidak mungkin dapat dinaikkan kecuali dengan fundamen iman yang kokoh kuat disertai islam dalam amalan yaitu taat dan tunduk pada Alloh secara amaliah sebagai buktinya.

IHSAN

Ihsan yang merupakan tingkatan moralitas islam yang paling tinggi dan paling bernilai pada hakikatnya adalah hubungan hati dengan Alloh, serta cinta yang mendalam, kesetiaan yang benar dan kesediaan berkorban denga n harta dan jiwa; yang membuat seseorang menyatu dalam islam.

Taqwa yang sebenarnya adalah: Bila hati seseorang disinari oleh rasa dan kesadaran beribadah kepada Alloh SWT ia mempunyai kesadaran yang tinggi bahwa nanti di hari kiamat ia akan berdiri di hadapan Tuhan mempertanggungjawabkan semua amalannya. Ia benar-benar menghayati bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah medan tempat ujian, bahwa Alloh telah mengutus dan memberinya peluang sampai masa yang tertentu, masalah masa depannya yang abadi hanya tergantung pada satu hal yaitu, bagaimana caranya supaya ia dapat menggunakan segala kekuatan dan kemampuannya yang berbeda-beda dalam medan ini untuk menghadapi ujian tersebut. Bagaimana caranya supaya tindakan yang diambilnya yang berhubungan dengan harta dan kesenangan yang diberikan Alloh dapat berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan dan bagaimana cara bergaulnya dengan segala pihak yang berhubungan dengan kehidupannya. Setiap orang yang memiliki perasaan dan kesadaran seperti ini hatinya akan menolak segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kecintaan kepada Alloh bahkan ia akan menghisab dirinya ; kemana ia habiskan waktunya, untuk apa dia gunakan segala kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya, ia memulai menahan dirinya supaya tidak jatuh kepada hal-hal yang musytabihat, apalagi yang sudah jelas terlarang. Kesadaran yang ada dalam dirinya memaksa untuk patuh dan taat melaksanakan semua perintah dan kewajiban, ia lebih mengutamakan cintanya kepada Alloh dan cinta itu sangat berpengaruh kepada dirinya, ia menjadi terbiasa memelihara hak-hak Alloh dan hak-hak hambanya di bumi dan hatinya gentar melakukan sesuatu yang melanggar hak dan kebenaran. Dari sebab pengaruh dalam hidup yang lurus dan moral yang suci bersih, tidak akan tumbuh kecuali segala sesuatu yang bersih pula.

Jika kita sudah menghayati hakikat taqwa yang dalam ihsan ini, maka marilah kita amati tentang orang-orang yang walaupun sudah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa agama Alloh telah dihina dan dikalahkan oleh kekufuran dan para pengikutnya, ketentuan-ketentuan Alloh bukan hanya saja ditentang dan dilanggar bahkan sudah hampir tidak ada, hampir hilang dikalahkan oleh kekufuran, syari’at Alloh dilalaikan dan diremehkan bukan dari segi amalan saja, tetapi juga perundang-undnagannya, bumi Alloh telah dikuasai oleh musuh-musuh Alloh, masyarakat manusia secara umum dilanda oleh kejatuhan moral dan kehidupan sipil di bawah sistim kufur, bahkan umat islam sendiri telah terhina dan selalu dihina dengan kesesatan-kesesatan, kejatuhan moral dan amal perbuatan yang tercela yang merambat dengan cepat walaupun mereka menyaksikan semuanya itu dan mereka merasakannya setiap saat, tetapi belum juga mereka merasa disusahkan oleh kehidupan yang demikian. Bahkan belum juga berdenyut urat nadi ghiroh (kepedulian) mereka untuk bangkit berusaha merubah keadaan yang memalukan itu dengan kehidupan yang lebih baik.

Yang terjadi justru sebaliknya, mereka selalu berusaha dengan menggunakan segala kepintaran dan kepandaian mereka menenangkan kaum muslimin baik secara prinsip maupun amaliah untuk puas atas kekuasaan sistim kufur terhadap mereka.

Bagaimana mungkin orang-orang seperti itu dimasukkan ke dalam golongan para muhsinin? Bagaimana mungkin mereka akan dapat mencapai martabat ihsan yang tinggi di tengah-tengah penghinaan besar terhadap perintah Alloh? Apakah mereka disebut muhsinin karena semata-mata mereka sholat malam, sholat dluha, menghabiskan umur mereka dengan dhikir wirid, dan dendang-dendang sufi, mencurahkan perhatian pada masalah-masalah furu’/fiqih, akan tetapi tidak mencakup inti dan kekuatan agama yaitu tidak mau menyerah kepada kekuasaan selain kekuasaan Alloh, sedia berjuang mengorbankan jiwa dan harta untuk menegakkan agama dan meninggikan kalimat al-haq?

Ada segi lain dimana mereka sangat lengah dengan masalah-masalah pokok agama yang mendasar dan menyeluruh, sampai-sampai mereka menjadikan kehidupan kaum muslimin berdiri di atas rukhshoh dan kepentingan politik. Yang mereka usahakan dan perhatikan sungguh-sungguh adalah bagaimana menggambarkan bagi kaum muslimin khittah kehidupan islam di bawah kekuasaan kufur dengan segala sistimnya.

Mereka berlepas diri dari segala tuntutan agama, walaupun mereka hidup dikuasai oleh sistim yang tidak islamis, bahkan sekalipun mereka menjadi hamba yang mengabdikan diri untuk sistim yang tidak islamis tersebut. Bahkan lebih dari itu yang mengundang tangis dan sesalan ialah, jika ada seseorang memberanikan diri tampil mengemukakan kepada kaum muslimin tuntutan agama yang sebenarnya seraya berusaha mengalihkan perhatian kaum muslimin kepada usaha menegakkan agama yang benar, maka mereka bukan saja memalingkan pipi mereka, mereka tidak memberikan perhatian dan bantuan, tetapi malah berusaha mematahkan semangat kaum muslimin hingga mundur dengan sendirinya, bahkan menghalangi orang lain untuk membantunya. Dan hampir tidak ada orang-orang yang memahami agama, meragukan kesempurnaan taqwa mereka.

طُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيْلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ أُنَاسٌ صَالِحُوْنَ فِى أُنَاسٍ سُوْءٍ كَثِيْرٍ مَنْ يَعْصِيْهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيْعُهُمْ * رواه أحمد
“Beruntunglah orang-orang yang asing, kemudian ditanyakan : siapakah orang yang asing itu ya Rosulalloh? Jawab beliau : orang-orang yang sholih di kalangan masyarakat banyak yang jelek, orang yang menentang pada mereka lebih banyak daripada orang yang mengikuti.”

Yang perlu mendapatkan pemahaman dan yang menjadi pokok yang menentukan adalah memahami hakikat taqwa, bukan kulit luarnya.

Setiap orang yang di hatinya tumbuh dan mengakar hakikat taqwa, maka hatinya tersebut telah tercelup dengan shibghoh yang murni dan istiqomah, dengan demikian kehidupan islamnya pun menjadi murni. Islam syari’ah yang sempurna selalu muncul sedikit demi sedikit dalam pikiran, perasaan, bakat, kepribadian, pembagian waktu, penggunaan kekuatan, jalan usaha dan kiprahnya (kegiatannya) cara hidup, cara mencari rezeki dan penggunaannya dan aspek hidup lainnya. Tetapi apabila masalahnya anda balikkan, artinya anda lebih mengutamakan aspek luar daripada hakikat dan memberikan perhatian yang berlebihan pada aspek tersebut serta anda berkeberatan mengerjakan kecuali sebagian dari hukum dan perintah yang bersifat lahir dengan cara yang tidak wajar tanpa ada usaha anda menanam benih taqwa yang sebenarnya di bumi dan rajin menyiramnya dengan teratur, maka anda tidak akan mendapatkan hasilnya kecuali kekecewaan dan frustasi.

Perbedaan antara teman yang setia dan yang khianat (musuh) seperti ini hampir terdapat di setiap negara dan umat di dunia ini. Jika satu bangsa misalnya, di suatu negara diancam oleh musuh dari luar, maka orang-orang yang memberikan kesempatan kekuasaan musuh atau yang mau menerima mereka dengan suka rela dan membuat perjanjian dengan mereka dengan syarat-syarat yang tetap menghinakan mereka atau mereka membentuk suatu pemerintahan di bawah pengawasan musuh, terutama hal-hal yang sangat penting dan yang menyangkut harta kekayaan negara tetap di bawah kekuasaan musuh, lalu mereka puas dengan keadaan yang demikian, disamping mereka mendapat hak-hak dan kebebasan yang bersifat juziyat (bagian), maka anda tidak akan menemui satu negara atau satu umatpun di atas dunia ini yang menganggap orang-orang yang condong dan berpihak kepada musuh seperti itu adalah orang-orang yang ikhlas, jujur dan benar, sekalipun mereka berpakaian sangat nasionalis dan mengikuti undang-undang nasional yang berhubungan urusan kehidupan mereka.

Dengan memperhatikan gambaran keadaan tersebut diatas, maka jika kita mencermati Al-Qur`an dan sunnah Rosul, telah digariskan suatu prinsip perjuangan menegakkan agama haq yang tidak tercemar oleh sifat kolaborasi (kerja sama) maupun loyalisasi (kesetiaan) dengan sistim kekufuran.

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ * سورة البقرة ٢٥٦
“Maka barang siapa yang tidak mempercayai thoghut dan beriman kepada Alloh, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang kuat yang tidak akan putus. Dan (ingatlah), Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Jika anda cermati dengan teliti kerusakan dan kemungkaran yang bertebar di dunia ini, hingga diutusnya para nabi dan rosul untuk menghapus dan melenyapkannya adalah, bahwa telah terjadi penyelewengan umat manusia dari ibadah dan taat kepada Alloh dengan kepatuhan mereka mengikuti thoghut serta tidak adanya rasa tanggung jawab mereka di hadapan Alloh kelak di hari akhirat.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فى كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوْا اللهَ وَاجْتَنِبُوْا الطَّاغُوْتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَلاَلَةُ فَسِيْرُوْا فِى اْلأَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ * سورة النحل ٣٦
“Dan sungguh Kami telah mengutus di dalam kalangan tiap-tiap umat seorang rosul (dengan memerintahkannya menyeru mereka) : hendaklah kalian menyembah Alloh dan jauhilah thoghut, maka diantara mereka (yang menerima seruan rosul itu) ada yang diberi hidayah petunjuk oleh Alloh dan ada pula yang berhak ditimpa kesesatan. Karena itu mengembaralah kalian di bumi.”

Hal itulah yang menyebabkan timbulnya antara lain kurun kerusakan moral, kehidupan umat manusia dikuasai oleh prinsip-prinsip pokok yang salah dan menyesatkan, dan kemaksiatan merajalela di barat dan di timur. Yang menjadi tujuan diutusnya para rosul dan nabi adalah untuk menumbuhkan kembali jiwa ibadah dan taat kepada Alloh serta rasa tanggung jawab mereka nanti di hari kiamat di hadapan Alloh, meningkatkan moralitas utama, dan mendirikan sistim kehidupan manusia dengan dasar dan tonggak yang dapat menumbuhkan kebaikan dan menghapus bayang-bayang serta menurunkan panji-panji kerusakan kejahatan. Inilah satu-satunya tujuan diutusnya para rosul dan nabi, dan untuk itu pulalah datang terakhir sekali khotamun nabiyyin, penghulu para nabi yaitu, Muhammad bin Abdulloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam.

Perhatikanlah sebentar bagaimana Nabi Muhammad Shllallohu ‘Alaihi Wasallam berusaha dengan cara bertahap mencapai tujuan tersebut. Pertama dan utama sekali sebelum segala sesuatunya, beliau mengajak manusia untuk beriman dan memantapkannya di dalam hati mereka serta menjelaskan kaidah-kaidahnya secara luas dan mendalam. Kemudian secara bertahap sesuai dengan kadar iman tumbuhlah dari orang-orang yang beriman dengan ajaran dan pendidikannya, kekuatan amaliah (baca : islam), kesucian moral (baca : taqwa), cinta dan kepatuhan kepada Alloh (baca : ihsan). Seterusnya dengan usaha yang terorganisi dan berkesinambungan dari orang-orang yang beriman lagi ikhlas, Rosululloh berhasil meruntuhkan sistim jahiliyah lama yang rusak dan menggantinya dengan sistim yang baik, sistim yang berdiri di atas landasan moral dan sipil yang bersumber dari undang-undang Illahi yang diturunkan Alloh SWT. Demikianlah hubungan sinergis diantara ketiga moralitas islam dengan resultat terbentuknya suatu masyarakat madani / civil society dengan prespective syari’ah.

____

PRAKTEK MENGHADAPI EMPAT MAQODARULLOH

1. Bersyukur Ketika Mendapat Nikmat
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini sebagai manusia, dalam setiap detik kehidupan, kita selalu menerima nikmat dari Alloh. Sungguh banyak dan besar kenikmatan yang Alloh berikan kepada manusia sebagai makhluqNya yang paling sempurna.
Firman Alloh :

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْ ءَادَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً * سورة الإسراء ٧٠
Sungguh Kami (Alloh) telah memuliakan kepada anak turun Adam, kami memuat mereka di daratan maupun lautan, kami mencurahkan rezeki kepada mereka dari yang halal-halal dan kami sungguh memberi keutamaan kepada mereka mengungguli kebanyakan makhluq yang kami ciptakan.

وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا ... الأية * سورة إبراهيم ٣٤
Seandainya kalian berusaha menghitung (nilai) nikmat Alloh niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya . . .

Banyaknya nikmat yang Alloh limpahkan ini, seharusnya membuat manusia bahagia dalam hidup di dunia. Namun kenyataan yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari, ternyata kebahagian bukanlah hal yang mudah didapat. Kita sering menyaksikan orang-orang yang merasa susah dan pusing karena kekurangan uang. Adapula orang yang kehidupannya terasa sempit dan sengsara karena keblekan hutang. Di sisi lain tidak jarang kita jumpai orang yang mengalami stres dan cemas karena kebanyakan uang.. Namun kita juga melihat ada orang bisa lebih bahagia duduk di atas bebatuan. Mereka adalah para tukang batu yang hanya mendapatkan upah sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya siang ini dan malam nanti. Mereka tidak menyibukkan hidupnya dengan mengenang masa lalu dan tidak cemas dengan bayang-bayang masa depan. Mereka menikmati apa yang mereka peroleh dan dapat mereka nikmati pada hari itu. Ternyata mereka lebih merasakan kebahagian. Mereka adalah orang-orang yang diberi anugerah oleh Alloh rasa bahagia dengan menikmati hidup apa adanya.
Banyaknya aksesori duniawi seperti harta, kedudukan, kekuasaan, gelar, popularitas, ketampanan atau kecantikan dan berbagai macam kesuksesan ternyata tidak bisa menjamin ketentraman, kenikmatan dan kebahagian. Sebagian besar orang mengukur kebahagiaan dengan banyaknya nikmat yang didapat. Itulah sebabnya hidup ini menjadi sulit untuk bahagia, hati selalu terombang-ambing dengan perasan was-was, takut, cemas, gelisah, bingung, tegang, pening dan sebagainya. Sehebat apapun keinginan untuk menikmati kebahagian hidup, bila tidak mengetahui kuncinya, maka kebahagian hanya akan ada dalam angan-angan saja. Kalaupun merasa mendapat kebahagian, sesungguhnya hanya semu belaka. Bagai mengejar bayang-bayang yang tidak pernah akan terkejar.
Sebenarnya apakah kunci kebahagian tersebut?
Bersyukur, itulah jawabannya. Artinya siapapun yang tidak mengetahui cara mensyukuri nikmat dengan benar, maka tipislah harapan dapat menikmati hidup dengan benar pula. Dapat menikmati hidup dengan benar itulah kebahagian yang sejati. Hidup ini terlalu singkat untuk merasa kecewa, sedih, murung, atau perilaku lain yang tidak bermanfaat apalagi sampai melakukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh.
Memiliki kemampuan bersyukur berarti pula akan mengikat nikmat yang ada. Serta akan mengundang nikmat yang lebih besar yang belum ada. Sesuai dengan janji Alloh :

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ * سورة إبراهيم ٧
Seandainya kalian bersyukur pasti Aku (Alloh) menambah nikmat kepada kalian dan seandainya kalian kufur sesungguhnya siksaKu amat berat.

Dengan demikian bagi siapapun yang menginginkan hidup bahagia wajib berusaha mencari jalan agar bisa bersyukur. Disamping memang bersyukur merupakan kewajiban ibadah yang harus dilaksanakan oleh orang iman atas nikmat-nikmat yang Alloh berikan. Firman Alloh :

مَا يَفْعَلُ اللهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَءَامَنْتُمْ وَكَانَ اللهُ شَاكِرًا عَلِيْمًا * سورة النساء ١٤٧
Alloh tidak akan menyiksa kalian jika kalian bersyukur dan beriman, Alloh Maha Bersyukur dan Maha Mengetahui.

Sebagai orang yang beriman, kita wajib bersyukur atas semua nikmat yang Alloh limpahkan kepada kita, terutama nikmat hidayah dan keimanan. Sementara milyaran orang dengan berbagai cara menginginkan diri mereka mendapat hidayah Alloh ini. Namun kenyataannya diantara sekian banyak penduduk bumi yang hidup saat ini, hanya sedikit manusia yang beruntung. Dipilih oleh Alloh mendapat kasih sayang dan keutamaan Alloh. Kiranya kita fahami apalah arti semua kenikmatan duniawi dibandingkan kenikmatan surgawi yang kekal abadi selama-lamanya. Hal inilah yang seharusnya bisa menumbuhkan rasa syukur dalam hati kita. Sehingga dalam menjalani kehidupan sehari-hari di dunia kita dapat senantiasa senang gembira. Dan kita bisa menikmati hidup bahagia sebagai orang yang beriman kepada Alloh. Alloh telah mengingatkan kepada kita semua dengan firmanNya :
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِه فَبِذلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ * سورة يونس ٥٨

Katakanlah Muhammad, “Dengan keutamaan dan kasih saying Alloh maka hendaklah mereka (orang-orang iman) merasa senang gembira, karena nilainya lebih baik daripada nikmat apapun yang mereka kumpulkan (dunia dan seisinya).”

Harta dan kekayaan termasuk nikmat yang paling diinginkan dan dikejar oleh manusia. Yakinlah bahwa sebenarnya segala kekayaan dan rezeki itu adalah milik Alloh. Lalu Alloh membagi-bagikannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan menahannya dari siapapun yang Dia kehendaki. Mau dibuat kaya, mau dibuat miskin, semuanya mutlak tergantung kehendak Alloh. Ingatlah Firman Alloh :

اللهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِه وَيَقْدِرُ لَه إِنَّ الله بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ * سورة العنكبوت ٦٢
Alloh membentangkan dan membatasi rezeki bagi hamba-hambaNya yang Dia kehendaki, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.

Seberapa pun banyaknya rezeki dan kekayaan yang Alloh berikan, hendaknya tidak menjadi masalah. Yang penting, dalam hati kita berkeyakinan, bahwa semua adalah milik Alloh yang dititipkan kepada manusia. Seandainya kita diqodar miskin harta, maka harus kita kembalikan urusannya kepada Alloh. Kekurangan dalam harta tidak berarti apa-apa, dibandingkan berbagai nikmat yang Alloh anugerahkan kepada kita. Apalagi kita sebagai seorang yang telah di beri keimanan. Semestinya diri kita merasa seakan-akan dicelupkan dalam samudera nikmat yang tiada bertepi, tiada satu pun yang tidak dapat disyukuri. Syukur diqodar menjadi manusia, tidak jadi hewan. Syukur diqodar mejadi orang iman, bukan orang kafir. Syukur diberi nikmat iman bisa beramal, tidak menjadi orang munafiq atau fasiq. Syukur diberi kesehatan dan waktu yang longgar. Syukur diberi pikiran yang normal dan jiwa yang tentram. Syukur bahwa Alloh tidak pernah lupa memberi makan dan minum setiap hari, sehingga tubuh kuat untuk beribadah. Syukur, Alloh memberi pakaian untuk menutup aurot. Syukur, Alloh memberi tempat berteduh sehingga dapat beristirahat. Syukur, masih diberi umur panjang sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki dan memperbanyak amal. Tepatlah kiranya apa yang disabdakan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam :

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِيَ إِلَى اْلإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنَعَ بِهِ * رواه ابن ماجه عن عبد الله بن عمرو بن العاص
Sungguh bahagia orang yang diberi hidayah agama Islam dan diberi rezeki yang pas-pasan lalu dia ridlo menerimanya.

Maka untuk urusan duniawi, tengoklah selalu ke bawah, tentu kita akan merasa sudah mendapat nikmat yang banyak dan berlimpah. Bila kita selalu membandingkan dengan yang lebih tinggi, lebih bagus dan lebih kaya, maka semua nikmat yang ada terasa sangat kurang, sangat sedikit. Selalu saja diperbudak oleh keinginan yang tidak ada habisnya. Tidak pernah puas dengan apa yang telah ada. Akibatnya, apa yang telah dimiliki, tidak bisa dinikmati malahan menjadi biang kesengsaraan, karena tiada memiliki rasa syukur.
Perhatikan sabda Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam :

انْظُرُوْا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ * رواه مسلم عن أبى هريرة
Perhatikanlah orang yang (mendapat nikmat) lebih rendah daripada kalian dan jangan (selalu) memperhatikan orang yang (mendapat nikmat) lebih tinggi daripada kalian, maka demikian itu sungguh akan membuat kalian tidak meremehkan karunia nikmat Alloh atas kalian.

Hiduplah dengan menerima kenyataan apa adanya. Bersyukurlah pada apapun yang diberikan Alloh meskipun sedikit, kecil, tanpa harus kecewa dan keluh kesah. Kemudian berikhtiarlah dengan lebih sungguh-sungguh lagi dengan hati yang lapang. Tentu Alloh tidak akan mengecewakan hambanya yang ahli bersyukur.
Tidak perlu kita ingin selalu tampak lebih daripada keadaan sebenarnya. Tidak perlu kita iri terhadap kenikmatan Alloh yang diberikan kepada orang lain. Ingatlah bahwa apa yang cocok untuk orang lain, belum tentu maslahat bagi setiap orang. Yakinilah, bahwa masing-masing telah ada qodarnya. Hindarilah sifat dengki karena kedengkian kita kepada seseorang tak akan mengubah ketentuan Alloh pada orang itu. Jika kita dengki kepada seseorang karena rezekinya lebih banyak atau usahanya lebih lancar, maka itu semua percuma saja. Hanya Alloh yang menentukan dan dapat menurunkan atau mengangkat derajat seseorang. Keadaan dia tidak akan berubah jika Alloh tidak menghendakinya. Dengan memperkuat keyakinan terhadap qodar dan meningkatkan keridloan serta rasa syukur atas nikmat yang Alloh berikan, kita akan terhindar dari sifat dengki yang bisa merusak pahala amal ibadah kita.
Ingatlah sabda Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam. :

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ * رواه أبو داود عن أبى هريرة
Hindarilah sifat dengki, karena kedengkian akan menghabiskan kebaikan-kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar atau rumput kering.

Orang iman yang diqodar kaya dan rezekinya banyak, hendaknya menyakini bahwa kekayaan dan rezeki itu adalah milik Alloh yang dititipkan kepadanya. Semua titipan Alloh harus dapat menjadi kendaraan untuk membuatnya semakin dekat dengan Alloh. Tunaikan kewajiban infaq, shodaqoh serta pembelaan untuk kelancaraan perjuangan agama Alloh. Tingkatkan sifat dermawan dalam membantu sesama saudara. Apakah dia takut dengan memperbanyak infaq, shodaqoh dan kedermawanannya membuat menjadi miskin dan bangkrut? Sebaliknya, seharusnya dia takut bila rezeki itu tidak digunakan sebagaimana yang diridloi Alloh. Karena sangat tidak sulit bagi Alloh untuk sewaktu-waktu mengambilnya dengan berbagai cara, apakah dicuri orang, ditipu orang, rumah terbakar, kendaraan tabrakan dll. Perlu diingat bahwa harta kekayaan yang akan benar-benar dimiliki selama-lamanya adalah yang mempunyai nilai amal, yaitu harta yang diinfaqkan pada jalan yang diridloi Alloh dan diniatkan untuk mencari pahala dari Alloh. Dengan menginfaqkan inilah jaminan kehadiran rezeki yang lebih barokah dan melimpah pun akan datang.
Perhatikan beberapa dalil di bawah ini :

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ * رواه مسلم عن أبى هريرة
Shodaqoh tidak mengurangi harta dan Alloh tidak menambah kepada seorang hamba sebab memaafkan kecuali menambah kemuliaanya, dan tidak andap asor (rendah hati) seseorang kepada Alloh kecuali Alloh mengangkat (derajat) pada orang itu.

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ قَالَ اللهُ أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ *رواه البخارى عن أبى هريرة
Sesungguhnya Rosulalloh Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : Alloh berfirman, “Wahai anak turun Adam, infaqkanlah (harta bendamu) maka Aku akan memeberi rezeki padamu.”

Demikian pula orang yang diberi nikmat lebih berupa ilmu, kedudukan, kekuasaan, kemampuan, keahlian dll, hendaknya dapat memanfaatkannya untuk kemaslahatan bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya agar mendapat ridlo Alloh. Jadi hakikat bersyukur adalah menikmati apa yang telah Alloh berikan kemudian memanfaatkannya pada jalan yang Alloh ridloi.

2. Istirja’ Ketika Mendapat Musibah
Dalam kehidupan di dunia ini, kita tidak bisa mengharapkan segala sesuatu cocok dengan apa yang diinginkan ataupun yang diangan-angankan sebelumnya. Karena pasti saja akan terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan. Segala sesuatu yang menimpa orang iman yang dia tidak menyenanginya inilah yang disebut musibah. Ketahuilah segala sesuatu ada dan terjadi sesuai dengan qodar Alloh. Hal ini merupakan keyakinan orang-orang iman, yakin bahwa segala sesuatu tidak akan pernah ada dan terjadi tanpa sepengetahuan, izin dan ketentuan Alloh. Musibah yang terjadi sudah merupakan kehendak Alloh yang tidak bisa dielakkan. Dan sekaligus sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman.
Perhatikan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِى اْلأَرْضِ وَلاَ فِيْ أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِيْ كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ * سورة الحديد٢٢
Tidaklah suatu musibah terjadi di bumi dan menimpa pada diri kalian kecuali telah (tertulis) di dalam kitab (Lauhul Mahfuudz) sejak sebelum Alloh memberlakukannya, sesungguhnya demikian itu mudah bagi Alloh.

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ * سورة القمر ٤٩
Sesungguhnya Kami (Alloh) menciptakan segala sesuatu dengan berdasarkan qodar (ketentuan).

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ * الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ * أُولئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ * سورة البقرة ١٥٥- ١٥٧
Niscaya Kami (Alloh) akan memberi cobaan (musibah) kepada kalian berupa rasa cemas, kelaparan, kekurangan harta, diri dan buah-buahan, dan berilah kabar gembira terhadap orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang ketika mereka terkena musibah lalu berkata, “Sesungguhnya kami bagi Alloh dan kami pasti kembali kepadaNya.” Merekalah orang yang mendapat sholawat dan rohmat dari Tuhan mereka dan merekalah orang yang mendapat hidayah.

Manusia tidak akan pernah mampu melawan setiap bencana, menaklukkan setiap derita dan mencegah setiap musibah dengan kekuatannya sendiri, sebab manusia adalah makhluq yang sangat lemah. Mereka akan mampu menghadapi semua itu dengan baik hanya bila mengambalikan semua perkara kepada Alloh dan percaya sepenuhnya kepada perlindunganNya serta bertawakal kepadaNya. Oleh karena itu pada saat menghadapi musibah orang iman diwajibkan beristirja’ yaitu mengucapkan kalimat :

إِنَّا للهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ , اللَّهُمَّ أْجُرْنِيْ فِى مُصِيْبَتِيْ وَأَخْلِفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا

Sebagai ungkapan hati yang pasrah, sabar, ridlo terhadap qodar Alloh, dan mengembalikan segala urusannya kepada Alloh dengan disertai kesadaran bahwa Yang mengambil adalah Yang memberi, Yang mencabut adalah Yang menganugerahkan.
Alloh tidak akan pernah mendatangkan musibah kecuali Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik. Namun hal itu apabila ketika terjadi musibah kita beristirja’. Berdasarkan sabda Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam :

مَا مِنْ عَبْدٍ تُصيِْبُهُ مُصيِْبَةٌ فَيَقُوْلُ إِنَّا للهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِيْ فِى مُصِيْبَتِيْ وَأَخْلِفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللهُ فِى مُصِيْبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ... الحديث * رواه مسلم عن أم سلمة
Tidak ada hamba yang mengenai padanya musibah kemudian dia berkata, “Sesungguhnya kami bagi Alloh dan akan kembali kepadaNya, Ya Alloh mudah-mudahan Engkau memberi pahala dalam musibahku dan menggantinya dengan yang lebih baik,” kecuali Alloh memberi pahala padanya dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.

Berbahagialah orang iman yang mendapat musibah, karena Alloh yang menentukan terjadinya musibah menganugerahkan pahala yang besar, pengampunan dan surga bila mereka ridlo dan sabar menghadapinya. Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang hilang dari orang yang terkena musibah. Mereka justru beruntung sebab qodar musibah bagi orang iman berarti Alloh menghendaki kebaikan terhadapnya. Sebagaimana sabda Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam :
مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا*رواه البخارى عن عائشة
Tidak ada musibah yang mengenai pada orang Islam kecuali Alloh menghapus dosanya sebab musibah tersebut sampai (musibah karena) tertusuk duri sekalipun.

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ * رواه البخارى عن أبى هريرة
Barangsiapa yang Alloh kehendaki baik maka Alloh pasti mengenakan musibah kepadanya.

إِنَّ اللهَ قَالَ إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِى بِحَبِيْبَتَيْهِ فَصَبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ يُرِيْدُ عَيْنَيْهِ *رواه البخارى عن أنس بن مالك
Sesungguhnya Alloh befirman, “Ketika Aku memberi cobaan (musibah) kepada hambaKu berupa kehilangan dua mata yang dikasihinya (kebutaan) maka Aku akan menggantinya dengan surga.”

Karena itu jangan pernah merasakan gundah dan bersedih yang dikarenakan suatu penyakit, kematian yang terjadi, kerugian harta ataupun rumah terbakar dll. Betapapun, sesungguhnya Alloh yang Maha Pencipta telah menentukan segala sesuatunya dan qodar sudah terjadi. Usaha dan upaya manusia boleh sedemikian rupa, tetapi hak untuk menentukan mutlak hak Alloh. Dengan terjadinya musibah, pahala telah tercapai dan dosa telah terhapus, maka berbahagialah orang-orang yang terkena musibah atas kesabaran dan keridloan mereka kepada Alloh.
Kebanyakan dari kita ternyata masih amat sibuk dengan pikiran yang mencemaskan perbuatan-perbuatan makhluq dan menggantungkan harapan datangnya bantuan makhluq. Padahal sudah jelas tidak ada satu pun yang dapat menimpakan madlorot ataupun mendatangkan manfaat tanpa seizin Alloh. Dalam firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَه إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِه يُصِيْبُ بِه مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِه وَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ * سورة يونس ١٠٧
Seandainya Alloh mengenakan madlorot kepadamu maka tiada yang dapat menghilangkanya kecuali Dia, dan jika Dia menghendaki baik kepadamu maka tiada yang dapat menolak kefadlolanNya, Alloh mengenakan demikian itu kepada hamba-hambanNya yang Dia kehendaki dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Jadi apa perlunya kita merasa cemas dengan memperpanjang pikiran dan menggantungkan harapan kepada sesama makhluq? Sedangkan mereka pun sama sekali tidak dapat menolak kemudlorotan yang menimpa diri mereka sendiri. Cukuplah kepada Alloh kembalinya segala urusan, segala tumpuan dan harapan. Dialah segala-galanya dan penentu segenap kejadian. Tiada satu pun di jagad semesta ini yang dapat bergerak tanpa izinNya. Barangsiapa yang yakin bahwa Allohlah yang akan menolong dan menjaminnya dalam setiap urusan, niscaya Alloh pun benar-benar akan menjaminnya.
Firman Alloh dalam sebuah hadits qudsi :
يَقُولُ اللهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ... الحديث * رواه البخارى عن أبى هريرة
Alloh berfirman, “Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu terhadapKu . . .”

Semua kejadian musibah telah diketahui dan diatur secara cermat penuh kebijaksanaan dan kasih sayang untuk ditimpakan kepada hambah-hambaNya. Alloh Maha Mengetahui akan keadaan kita pada masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Dia Mahatahu keinginan dan cita-cita kita. Diapun Mahatahu akan kekuatan tubuh, ketangguhan jiwa, tingkat intelektualitas, keadaan ekonomi, kekuatan iman bahkan segala yang ada pada diri kita. Bukankah Dia yang menciptakan dan mengurus segalanya? Jadi, mutlak setiap yang ditimpakan itu telah diukur kadar kiranya dan akan sangat sesuai dengan kemampuan dan keadaan kita.
Sekiranya terjadi suatu musibah kemudian dirasakan sangat pahit, sangat menyakitkan dan amat berat menerimanya, maka sebetulnya semua itu semata-mata karena kita belum mampu memahami hikmah di balik kejadian tersebut, atau karena kita masih menyangka bahwa pengetahuan kita dan rencana kita lebih baik daripada rencana Alloh. Padahal ilmu kita yang teramat sedikit ini kerap kali diselimuti hawa nafsu yang cenderung menipu dan menggelincirkan diri kita. Sedangkan Alloh adalah Dzat yang Maha Mengetahui segala-segalanya.
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

وَعَسى أَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ * سورة البقرة ٢١٦
Bisa jadi bahwa kalian membenci sesuatu ternyata sesuatu itu baik bagi kalian dan bisa jadi kalian menyenangi sesuatu ternyata sesuatu itu buruk bagi kalian, Alloh Maha Mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.

3. Sabar Menghadapi Cobaan atau Penganiayaan
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini orang iman pasti mendapatkan cobaan atau penganiayaan.
Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوْا أَنْ يَقُوْلُوْا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ * سورة العنكبوت ٢
Apakah manusia mengira dengan mereka mengatakan, “Kami beriman,” akan dibiarkan saja tanpa diberi cobaan?

Adanya Alloh memberi cobaan tersebut untuk menguji kesungguhan keimanan seseorang, juga sebagai wujud kecintaan Alloh terhadap orang iman. Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِيْنَ * سورة العنكبوت ٣
Sungguh Kami (Alloh) telah memberi cobaan kepada orang-orang iman sebelum mereka, sehingga Alloh akan mengetahui orang-orang yang jujur (dalam keimanannya) dan orang-orang yang dusta (dalam keimanannya).

Sabda Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam :

وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ * رواه الترمذى عن أنس
Dan sesungguhnya Alloh ketika mencintai suatu kaum pasti memberi cobaan kepada mereka.

Karenanya tatkala masa cobaan itu datang, hanya dengan kesabaranlah kita akan berhasil lulus ujian mendapatkan pertolongan dan akan menikmati kemenangan. Dalam kesabaran terdapat keridloan, ketho’attan, kemauan yang keras, kesungguhan usaha, ketabahan yang besar serta kepasrahan dalam menghadapi berbagai cobaan. Sebagaimana telah ditunjukkan oleh para nabi bersama orang iman zaman duhulu, yang tersebut dalam firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَه رِبِّيُّوْنَ كَثِيْرٌ فَمَا وَهَنُوْا لِمَا أَصَابَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَمَا ضَعُفُوْا وَمَا اسْتَكَانُوْا وَاللهُ يُحِبُّ الصَّابِرِيْنَ * سورة أل عمران ١٤٦
Banyak dari para nabi yang berperang, bersamanya pengikut yang banyak, mereka tidak lemah semangat karena cobaan yang menimpa mereka dalam urusan agama Alloh dan mereka tidak lemah dalam usaha tidak pula mereka menyerah pada musuh, dan Alloh senang terhadap orang-orang yang bersabar.

Dalam perjalanan kehidupan Rosululloh juga tercermin keridloan serta kesabaran beliau menerima cobaan-cobaan dari Alloh. Beliau pernah hidup dalam keadaan fakir, beliau tetap ridlo dan sabar menjalani hidup dalam keadaan fakir, bahkan tidak pernah makan kenyang selama tiga hari berturut-turut, beliau pernah meminjam gandum dari seorang Yahudi dengan menjaminkan baju perangnya, tidurnya pun hanya beralaskan tikar sehingga menimbulkan bekas tikar di kulit tulang belikatnya.
Beliau juga ridlo dan sabar ketika orang-orang Quraisy yang mengintimidasinya dengan perlakuan fisik yang kasar, dengan tuduhan beliau sebagai pembohong bahkan harga dirinya diinjak-injak sehingga tidak dipercayai lagi. Ada yang menjulukinya sebagai pembohong, tukang sihir, penyair bahkan dikatakan orang yang gila. Beliau pun tetap sabar dan ridlo pada masa tertekan dan ketika paman dan istrinya Siti Khodijah meninggal dunia.
Beliau juga ridlo dan sabar tatkala turut terjun di saat perang Uhud, kepalanya dilempari hingga berdarah, gigi serinya patah, bahkan pamannya terbunuh, shohabat-shohabatnya dibantai dan bala tentaranya dikalahkan. Demikian juga ketika menghadapi koalisi orang-orang kafir, Yahudi, munafiq dan orang-orang musyrik yang mana mereka semua telah sepakat untuk memerangi Nabi dan para shohabat-shohabatnya. Beliau tetap berdiri kokoh, tegar, tawakal dan menyerahkan segalanya kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Akhirnya buah dari kesabaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi semua itu adalah pertolongan dan kemenangan dari Alloh.
Diterangkan dalam firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِيْنًا * لِيَغْفِرَ لَكَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَه عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيْمًا * سورة الفتح ١- ٢
Sesungguhnya Kami (Alloh) pasti memberikan kemenangan bagimu dengan kemenangan nyata. Agar Alloh mengampuni bagimu dosa-dosa yang telah lalu dan dosa-dosa akhir, Alloh menyempurnakan nikmatNya atasmu dan Alloh memberi petunjuk kepadamu jalan yang lurus.

Sekiranya kita dalam menetapi keimanan ini menemui rintangan, gegeran, penganiayaan, masa-masa sulit dan berbagai problem dalam kehidupan, kesemuanya merupakan cobaan dari Alloh yang harus kita hadapi dengan sabar, tabah dan tawakal.
Menyerahkan semua perkara kepada Alloh, bertawakal kepadaNya, percaya sepenuhnya terhadap janji-janjiNya, ridlo dengan apa yang dilakukanNya dengan husnudzon billah (berbaik sangka) kepadaNya dan menunggu dengan sabar akan pertolonganNya merupakan buah keimanan yang agung dan sifat mulia dari diri orang iman. Tatkala seorang hamba tenang dan yakin bahwa apa yang akan terjadi itu baik baginya, kemudian dia menggantungkan setiap permasalahannya hanya kepada Alloh, maka dia akan mendapatkan pengawasan, perlindungan dan kecukupan serta pertolongan dari Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Ketika Nabi Ibrohim dilemparkan dalam kobaran api, beliau mengucapkan
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ maka Alloh pun menjadikan api yang panas itu menjadi dingin seketika itu juga dan Nabi Ibrohim selamat tidak terbakar api itu. Demikian halnya yang dilakukan oleh Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam dan para shohabat-shohabatnya mereka juga mengucapkan حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ ketika mandapat ancaman dari pasukan kafir dan para penyembah berhala. Bila kita ingin keluar dari kesusahan dan selamat dari cobaan maka jadikanlah lafadz tersebut sebagai dzikir dan do’a yang selalu menyertai langkah hidup kita. Jika kekurangan harta, hutang menumpuk, sumber kehidupan kering, mata pencaharian terhenti adukanlah semuanya kepada Alloh seraya mengucapkan lafadz tersebut juga tidak lupa disertai dengan usaha lahiriahnya. Juga ketika takut kepada musuh, cemas terhadap perlakuan orang dholim atau khawatir karena terjadinya musibah maka dengan tulus ucapkanlah lafadz :
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ dengan penuh keyakinan bahwa Alloh akan menghilangkan semua itu dari kita.
Alloh lah yang menyelamatkan orang tenggelam, memberi jalan keluar orang-orang yang mengalami kesulitan, menolong orang-orang yang didholimi, menyembuhkan orang yang sakit dan meringankan bebannya orang yang mendapat cobaan. Maka tatkala musibah dan cobaan datang silih berganti, perbanyaklah berdo’a dan berdzikir kepadaNya. Harapkanlah kasih sayang dariNya dan nantikanlah pertolongan yang akan diberikan olehNya. Beribadahlah kepadaNya dengan tertib dan tekun agar segera mendapatkan pertolongan, kemenangan dan kebahagiaan dariNya. Ingatlah mustajabnya do’a orang yang didholimi, besarnya pahala ibadah orang yang terhimpit sembari menunggu keleluasaan dari Tuhannya. Ingat pula di balik kesukaran ada kemudahan, di balik penganiayaan ada kemuliaan, beribu-ribu rintangan, jutaan pertolongan, milyaran kemenangan, surga pasti.
Perhatikan dalil-dalil di bawah ini :
اتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُوْمِ فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ * رواه البخارى عن ابن عباس
Takutlah pada do’anya orang yang dianiaya, sesungguhnya tidak ada tutup antara do’a itu dengan Alloh.
وَلاَ ظُلِمَ عَبْدٌ مَظْلَمَةً فَصَبَرَ عَلَيْهَا إِلاَّ زَادَ اللهُ عِزًّا ... الحديث* رواه الترمذى عن أبى كبشة
Dan tidak dianiaya seseorang dengan suatu penganiayaan maka dia sabar atas penganiayaan itu kecuali Alloh menambah kemulyaan padanya …..

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مَعَه مَتى نَصْرُ اللهِ أَلاَ إِنَّ نَصْرَ اللهِ قَرِيْبٌ * سورة البقرة ٢١٤

Apakah kalian mengira akan masuk surga, sedangkan belum datang kepada kalian seperti keadaan yang dialami oleh orang-orang iman sebelum kalian yaitu mengenai kepada mereka kefakiran yang memberatkan, penyakit yang parah dan mereka digoncangkan (oleh keadaan yang mencemaskan) sehingga rosul dan orang-orang iman yang menyertainya mempertanyakan, “Kapankah datangnya pertolongan Alloh?” Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Alloh dekat (pasti)

Adakah solusi menghadapi cobaan selain bersabar? Apakah ada senjata yang dapat kita gunakan selain kesabaran? Bersabarlah karena Alloh atas segala cobaan yang menimpa. Sebagaimana kesabaran orang-orang yang mengharapkan pahala, tentulah orang itu tidak kenal lelah dan tidak lemah semangat dalam usahanya, orang yang senang kebaikan dan mengingkari pada segala kejahatan, orang yang tidak berbuat dholim, orang yang tetap tekun dalam beribadah, orang yang yakin terhadap akan datangnya kemudahan dan pertolongan, orang yang memasrahkan segala urusannya hanya kepada Alloh dan juga yakin hanya Alloh lah yang akan memberikan pertolongan. Perhatikan firman-firmanNya :

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلاَّ بِاللهِ وَلاَ تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلاَ تَكُ فِيْ ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُوْنَ * سورة النحل ١٢٧
Sabarlah, tidak ada kesabaran kecuali karena Alloh, dan jangan sedih atas sikap mereka, dan jangan enkau merasa sempit dari upadaya mereka.

فَصَبْرٌ جَمِيْلٌ وَاللهُ الْمُسْتَعَانُ عَلى مَا تَصِفُوْنَ * سورة يوسف ١٨
(Kesabaran itu adalah) kesabaran yang baik dan Alloh adalah Dzat yang dimintai pertolongan atas apa-apa yang kalian perbuat.

Oleh karena itu manakala terjadi cobaan yang memberatkan dan mencemaskan maka hadapilah dengan sabar. Segera kuasai diri sebaik-baiknya, jangan sampai membebani diri dengan pikiran-pikiran buruk yang diada-adakan ataupun pikiran-pikiran yang dipersulit sehingga terasa menyiksa diri. Ridlolah terhadap semua ketentuan dan ketetapanNya, yakinilah kesempurnaan pertimbangan dan kasih sayangNya, bulatkan keyakinan bahwa hanya Alloh satu-satunya penolong bagi kita. Dialah pemberi jalan keluar yang terbaik. Mustahil Alloh lalai dan lupa terhadap hambaNya, tidak mungkin pula Dia mengingkari janji-Nya terhadap orang-orang iman yang sungguh-sungguh meyakini bahwa pertolongan hanya datang dari Alloh semata.
Kemudian dengan hati tenang dan pikiran jernih, kumpulkanlah ikhtiar yang optimal untuk mendapatkan pertolongan Alloh. Disertai dengan kesabaran dalam mengerjakan amalan-amalan yang dicintaiNya dan menempuh jalan yang diridloiNya. Serta didorong dengan kesungguhan dalam berdzikir dan berdo’a memohon pertolongan dan jalan keluar dariNya. Dilandasi dengan taqwa dan sikap tawakal memasrahkan segala keberhasilannya hanya kepada Alloh Dzat yang Mahakuasa. Ingat firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :

وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَه مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُه إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِه قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا * سورة الطلاق ٢- ٣
Dan barangsiapa takut kepada Alloh, maka Alloh akan memberi jalan keluar baginya dan akan memberi rezeki dari mana yang dia tidak sangka. Dan barangsiapa yang berserah diri kepada Alloh, maka Alloh yang memberi keculupan kepadanya, sesungguhnya Alloh melaksanakan kehendakNya, sungguh Alloh telah menentukan qodar terhadap segala sesuatu.

Seyogyanya kita merapatkan barisan, menyatukan langkah, saling memaafkan dan berdamai kembali. Mengambil hal-hal yang mudah kita lakukan, meninggalkan hal-hal yang menyulitkan, meluruskan langkah dan mengesampingkan berbagai hal-hal yang mengganggu, dengan berharap datangnya pertolongan Alloh sehingga kita bisa lulus melewati masa-masa sulit yang penuh cobaan menuju kemenangan dan kebahagiaan.

4. Bertaubat Ketika Berbuat Salah
Tiada seorang hamba yang tidak pernah terjatuh ke dalam dosa. Artinya setiap manusia tidak akan terlepas dari melakukan perbuatan kesalahan dan dosa.
Sabda Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam :
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيَرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ * رواه ابن ماجة عن أنس
Setiap anak turun Adam banyak berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.

Makhluq yang bernama manusia ini telah diciptakan oleh Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan sifat cenderung untuk berbuat salah yang senantiasa ditimbulkan oleh nafsu amarroh bissu` (nafsu yang menggoda manusia melakukan kejahatan) yang akan mencampakkan manusia ke dalam lembah kemaksiatan.
Firman Alloh :
إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ ... الأية * سورة يوسف ٥٣
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan . . .

وَخُلِقَ اْلإِنْسَانُ ضَعِيْفًا * سورة النساء ٢٨
Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah (mudah tergoda).

Sesungguhnya bila seorang muslim berbuat dosa dan merasa bahwa ia jauh dari Tuhannya lalu ia berusaha mengembalikan dirinya ke jalan yang benar dan membersihkan dirinya dari segala dosa yang dilakukannya, maka yang membersihkan dirinya ialah dengan bertaubat kepadaNya mengharapkan ampunan dan keridloan dari Alloh. Cahaya hidayah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala yang menerangi seorang muslim akan memelihara dirinya dari tipu daya syetan dan melindungi dirinya dari rasa putus asa dari rohmat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Alloh berfirman :
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِيْنَ أَسْرَفُوْا عَلى أَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوْا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا إِنَّه هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ * سورة الزمر ٥٣
Katakanlah Muhammad, “Wahai hamba-hambaku yang telah banyak berbuat kesalahan atas diri mereka (dosa-dosa), janganlah kalian berputus asa dari kasih saying Alloh, sesungguhnya Alloh mengampuni semua dosa, sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. telah memerintahkan kepada orang iman agar bertaubat kepadaNya.

Firman Alloh :
وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ جَمِيْعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ * سورة نور٣١
Dan bertaubatlah kalian semuanya kepada Alloh, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian bahagia.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا تُوبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا ... الأية * سورة التجريم ٨
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubat yang semurni-murninya …...

Alloh Maha Pengampun, Maha Pemaaf dan Maha Menerima taubat. Alloh menerima taubat dan mengampuni dosa, Alloh membuka pintu pengampunan dan pintu maaf bagi hamba-hambaNya. Maka apabila seorang hamba bertaubat kepada Alloh dengan penuh perasaan menyesal, bersungguh-sungguh untuk tidak melakukan kembali segala dosa yang pernah dia lakukan, membaca istighfar mohon pengampunan dari Alloh dan beramal sholih menunaikan kafarohnya dengan perasaan taqwa dan mengharap rohmatNya, Alloh pasti akan menerima taubatnya. Alloh berfiman :
وَهُوَ الَّذِيْ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِه وَيَعْفُوْا عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ * سورة الشورى ٢٥
Dia (Alloh) Dzat yang menerima taubat dari hamba-hambaNya, memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa-apa yang kalian kerjakan.

Apabila seorang hamba melakukan maksiat dan terlintas di dalam hatinya untuk bertaubat maka hendaklah dia segera bertaubat. Dan jangan bersandar kepada angan-angan sehingga lengah darinya. Karena dia tidak mengetahui kapan hari-harinya di dunia ini akan berakhir, kapan terputus nafasnya. Alloh telah menyerukan dalam Al-Qur`an agar seorang hamba mengakui dosa-dosanya dengan segera melakukan taubat :
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَأُولـئِكَ يَتُوْبُ اللهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا * سورة النساء ١٧

esungguhnya taubat yang diterima oleh Alloh bagi orang-orang yang berbuat kesalahan karena kebodohan lalu mereka bertaubat dengan segera, maka Alloh menerima taubat mereka dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Menghukumi.
Dengan keluasan rohmat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan ampunan Alloh maka sebagai kelebihan dan karuniaNya, pada setiap waktu dan masa pintu taubat senantiasa terbuka. Kecuali seseorang yang melakukan kejahatan sampai ketika maut menghampirinya ia berkata, “Sesungguhnya aku taubat sekarang …” taubatnya tidak diterima. Karena dalam keadaan demikian pintu taubat telah tertutup baginya.
Sabda Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam :
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يغَرْغِرْ * رواه الترمذى عن ابن عمر
Sesungguhnya Alloh menerima taubat selama seseorang belum sekarat.

Diantara berbagai macam dosa, maka syirik kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala adalah dosa terbesar dan paling keji. Orang yang berbuat syirik berarti telah jauh dari rohmat Alloh. Oleh karena itu haramlah surga baginya, neraka tempat tinggalnya.
Firman Alloh :
إِنَّه مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِيْنَ مِنْ أَنْصَارٍ* سورة المائدة ٧٢
Sesungguhnya barangsiapa menyekutukan Alloh (syirik), maka Alloh mengharamkan surga baginya, neraka tempat kembalinya dan tidak ada penolong bagi orang yang berbuat aniaya.

Dalam keadaan seperti ini pun Alloh masih menerima taubatnya, asalkan dia meninggalkan perbuatan syiriknya. Sebagaimana Firman Alloh :

قُلْ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا إِنْ يَنْتَهُوْا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُوْدُوْا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّةُ الأَوَّلِيْنَ * سورة الأنفال ٣٨
Katakanlah Muhammad kepada orang-orang kafir, kalau mereka berhenti (dari syirik) maka dosa-dosa mereka yang telah lewat akan diampuni dan jika mereka kembali (pada kemusyrikan) maka telah lewat sunnahnya orang yang awal (disiksa).

Dengan demikian pintu taubat selalu terbuka, masuklah ke dalamnya siapa saja yang insyaf berkat hidayahNya.
Adapun dosa akibat meninggalkan perkara wajib yang mampu dilakukan seperti sholat, puasa, zakat maka cara taubatnya adalah menyempurnakan penunaian kewajiban itu dan mengqodlo amal perbuatan yang ditinggalkannya.
Sedangkan dosa akibat perbuatan maksiat seperti menghalalkan apa yang telah diharamkan, melakukan perbuatan riba, melanggar dalam pergaulan laki-laki dan perempuan maka harus dihapus dengan bertaubat dan menunaikan kafarohnya.
Jika dosa itu berkaitan dengan hak anak Adam hendaklah dia membebaskan dirinya dari tuntutan hak itu dengan cara mengembalikannya kepada yang berhak ataupun meminta kehalalan darinya. Apabila dia tidak menemukan cara untuk membebaskan dirinya dari masalah yang dihadapainya maka ampunan Alloh amat luas dan karunianya tidak terbatas.
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda :

ذَنْبٌ لاَ يُغْفَرُ وَذَنْبٌ لاَ يُتْرَكُ وَذَنْبٌ يُغْفَرُ . فَأَمَّا الَّذِى لاَ يُغْفَرُ فَالشِّرْكُ بِاللهِ وَأمَّا الَّذِى يُغْفَرُ فَذَنْبُ الْعَبْدِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأمَّا الَّذِى لاَ يُتْرَكُ فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضُهُمْ بعْضاً * رواه الطبرانى عن سلمان

Ada dosa yang diampuni, ada dosa yang tidak diampuni dan ada dosa yang diadakan pembalasan atasnya. Adapun dosa yang tidak diampuni adalah syirik terhadap Alloh, adapun dosa yang diampuni adalah dosa pengamalan antara hamba dan Tuhannya Azza Wa Jalla, adapun dosa yang diadakan pembalasan adalah penganiayaan antar sesama hamba.

Mudah-mudahan kita semua selalu mendapatkan qodar yang baik dari Alloh dan di beri selalu bisa ridho dengan segala ketentuan-ketentuan dari ilahi robbi. Amiiin