Minggu, 23 Mei 2010
Biografi Ibnu Majah
Kamis, 01 Januari 2009
PERAYAAN TAHUN BARU ITU SYIAR KAUM KUFFÂR
“Tet Tet Tet”, saya mendengar bising suara anak-anak kecil meniup terompet. Bising sekali. Di pinggiran jalan, berjejer panjang para penjual terompet dengan berbagai aksesorisnya mengais rezeki. Saya teringat, ohya… beberapa hari lagi akan masuk pergantian tahun. Subhânallôh, di mana-mana masyarakat tampaknya sedang sibuk mempersiapkan perayaan tahun baru. Mulai dari spanduk, baleho, umbul-umbul, aksesoris dan lainnya. Di perempatan lampu merah, mata saya tertarik dengan sebuah spanduk bertuliskan, ”Muhasabah Akhir Tahun & Istighotsah” bersama ”Gus…”.
Mungkin, penyelenggara acara tersebut berfikir, daripada kaum muslimin berhura-hura pada saat pergantian akhir tahun, lebih baik membuat acara yang Islâmî sebagai alternatif daripada acara hura-hura. Tapi, apa benar bahwa perayaan Tahun baru itu merupakan syiarnya kaum kuffâr?!! Masak hanya merayakan perayaan dan peringatan seperti ini saja dikatakan syiarnya kaum kuffâr?!! Mungkin, demikian pertanyaan yang muncul dari benar para pembaca.
Iya, peringatan tahun baru (New Year Anniversary) itu merupakan syiar kaum kuffâr. Karena, tidaklah peringatan ini dirayakan, melainkan ia satu paket dengan peringatan natal (christmas). Kita sering lihat dan mendengar, bahwa tahni`ah (ucapan selamat) kaum Nasrani adalah : “Marry Christmas and Happy New Year”, “Selamat Natal dan Tahun Baru”. Namun, tunggu dulu. Tidak itu saja… Ternyata kaum pagan Persia yang beragama Majūsî (penyembah api), menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus.
Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama ‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majūsî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi.
Kisah perayaan mereka ini direkam dan diceritakan oleh al-Imâm an-Nawawî dalam buku Nihâyatul ‘Arob dan al-Muqrizî dalam al-Khuthoth wats Tsâr. Di dalam perayaan itu, kaum Majūsî menyalakan api dan mengagungkannya –karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.
Kemudian, sebagian kaum muslimin yang lemah iman dan ilmunya tidak mau kalah. Mereka bagaikan kaum Nabî Mūsâ dari Banî Isrâ`il yang setelah Allôh selamatkan dari pasukan Fir’aun dan berhasil melewati samudera yang terbelah, mereka berkata kepada Mūsâ ‘alaihis Salâm untuk membuatkan âlihah (sesembahan-sesembahan) selain Allôh, sehingga Mūsâ menjadi murka kepada mereka. Sebagian kaum muslimin di zaman ini turut merayakan perayaan tahun baru Masehi ini. Bahkan sebagian lagi, supaya tampak Islâmî merubah perayaan ini pada tahun baru Hijriah.
Al-Muqrizî di dalam Khuthath-nya (I/490) menceritakan bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan tahun baru Hijriah ini adalah para pendukung bid’ah dari penguasa zindîq, Daulah ‘Ubaidiyah Fâthimîyah di Mesir, daulah Syi`ah yang mencabik-cabik kekuasaan daulah ‘Abbâsiyah dengan pengkhianatan dan kelicikan. Dan sampai sekarang pun, anak cucu mereka masih gemar merayakan perayaan-perayaan bid’ah yang tidak pernah Allôh dan Rasūl-Nya tuntunkan.
Pesta tahun baru sendiri, merupakan syiarnya kaum Yahūdî yang dijelaskan di dalam taurat mereka, yang mereka sebut dengan awal Hisya atau pesta awal bulan, yaitu hari pertama tasyrîn, yang mereka anggap sama dengan hari raya ‘Idul Adhhâ-nya kaum muslimin. Mereka mengklaim bahwa pada hari itu, Allôh memerintahkan Ibrâhîm untuk menyembelih Ishâq ‘alaihis Salâm yang lalu ditebus dengan seekor kambing yang gemuk.
Sungguh ini adalah sebuah kedustaan yang besar yang diada-adakan oleh Yahūdî. Karena sebenarnya yang diperintahkan oleh Allôh untuk disembelih adalah Ismâ’îl bukan Ishâq ‘alaihimâs Salâm. Karena sejarah mencatat bahwa Ismâ’îl adalah lebih tua daripada Ishâq dan usia Ibrâhîm pada saat itu adalah 99 tahun. Mereka melakukan tahrîf (penyelewengan fakta) semisal ini disebabkan oleh kedengkian mereka. Karena mereka tahu bahwa Ismâ’îl adalah nenek moyang orang ‘Arab sedangkan Ishâq adalah nenek moyang mereka.
Kemudian datanglah kaum Nasrani mengikuti jejak orang-orang Yahūdî. Mereka berkumpul pada malam awal tahun Mîlâdîyah. Dalam perayaan ini mereka melakukan do`a dan upacara khusus dan begadang hingga tengah malam. Mereka habiskan malam mereka dengan menyanyi-nyanyi, menari-nari, makan-makan dan minum-minum sampai menjelang detik-detik akhir pukul 12 malam. Lampu-lampu dimatikan dan setiap orang memeluk orang yang ada di sampingnya, sekitar 5 menit. Semuanya sudah diatur, bahwa disamping pria haruslah wanita. Kadang-kadang mereka saling tidak mengenal dan setiap orang sudah tahu bahwa orang lain akan memeluknya ketika lampu dipadamkan. Mereka memadamkan lampu itu bukannya untuk menutupi aib, namun untuk menggambarkan akhir tahun mulainya tahun baru.
Kini, perayaan ini telah menjadi suatu trend mark tersendiri. Muda, tua, pria, wanita, anak-anak, dewasa, muslim, kâfir, semuanya berkumpul untuk merayakan tahun baru. Segala bentuk acara untuk menyambut perayaan ini bermacam-macam. Ada yang sarat dengan kesyirikan, ada lagi yang sarat dengan kemaksiatan dan kefasikan, dan ada lagi yang sarat dengan kebid’ahan, dan ada pula yang sarat dengan kesemua itu.
Yang sarat dengan kesyirikan seperti, upacara penyambutan tahun baru yang kental diwarnai dengan klenik, perdukunan dan ilmu sihir. Segala paranormal berkumpul dan memberikan ramalan tentang awal tahun, baik dan buruknya. Sebagian lagi ada yang nyepi ke gunung-gunung atau tempat keramat untuk mencari ‘wangsit’ alias ilham dari setan.
Ada lagi yang sarat dengan kemaksiatan dan kefasikan. Dan ini sangat banyak sekali dan mendominasi. Mulai dari pentas musik akhir tahun yang menghadirkan wanita-wanita telanjang tidak punya malu yang bergoyang-goyang dan menari-nari merusak moral, sampai acara minum-minuman keras, narkoba dan seks bebas.
Ada lagi yang mengisi kegiatan ini dengan bid’ah-bid’ah yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasūlullâh dan tidak pula dikerjakan oleh generasi terbaik, para sahabat dan as-Salaf ash-Shâlih. Mereka melakukan sholât malam (Qiyâmul Layl) berjama’ah khusus pada malam tahun baru saja dan disertai niat pengkhususannya. Ada lagi yang melakukan Muhâsabah atau renungan suci akhir tahun, dengan membaca ayat-ayat al-Qur`ân sambil menangis-nangis. Ada lagi yang berdzikir berjamâ’ah bahkan sampai istighôtsah kubrô. Dan segala bentuk bid’ah-bid’ah lainnya.
Dalîl-Dalîl Pengharamannya
Banyak dalîl-dalîl yang menjelaskan keharaman perayaan-perayaan yang merupakan syiar kaum kuffâr ini. Semuanya kembali kepada haramnya tasyabbuh ’alal Kuffâr (meniru kaum kuffâr) dan mengerjakan amalan yang tidak dituntunkan oleh Rasūlullâh dan para sahabatnya (bid’ah).
Syaikhul Islâm Ibnu Taimîyah rahimahullâh menulis sebuah kitâb khusus dan lengkap tentang larangan menyerupai kaum kuffâr, terutama yang berkaitan dengan hari-hari raya dan ritual ibadah mereka yang berjudul Iqtidhâ` ash-Shirâthal Mustaqîm li Mukhâlafati Ashhâbil Jahîm. Beliau menyebutkan dan memaparkan dalîl-dalîlnya dari al-Qur`ân lebih dari 30 ayat dan lebih dari 100 hadîts berserta wajhu dilâlah (sisi pendalilannya), termasuk juga ijma’ ulama, âtsâr dan i’tibâr-nya. Sampai-sampai al-Mufti, al-’Allâmah Muhammad bin Ibrâhîm Âlu Syaikh memujinya dan mengatakan, ”Betapa berharganya kitâb ini dan betapa besar faidahnya.” (Fatâwa wa Rosâ`il III/109).
Dikarenakan banyaknya dalîl yang diuraikan oleh Syaikhul Islâm, maka saya akan meringkaskannya dan mencuplik sebagian saja. Berikut ini diantara dalîl-dalîl khusus akan haramnya menyepakati kaum kuffâr di dalam perayaan mereka :
Allôh Azza wa Jalla berfirman
Di dalam ayat di atas, Allôh menyatakan Lâ Yasyhadūna az-Zūr (tidak menyaksikan kepalsuan) bukan Lâ Yasyhadūna biz Zūr (tidak memberikan kesaksian palsu), hal ini menguatkan tafsîr para imâm dan ulama di atas. Oleh karena itulah Syaikhul Islâm menguatkan makna tafsîr di atas, beliau rahimahullâh berkata :
Dan masih banyak ayat-ayat al-Qur`ân lainnya.
Adapun hadîts-hadîts yang melarang menyepakati perayaan kaum kuffâr banyak sekali. Diantaranya adalah :
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâhu berkata :
Banyak sekali hadîts yang memerintahkan kita untuk menyelisihi kaum kuffâr, misalnya kita disuruh untuk menyemir rambut dalam rangka menyelisihi Yahūdi dan Nashrâni, Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda :
Kita juga diperintahkan untuk memelihara jenggot dan memotong kumis, diantara hikmahnya adalah untuk menyelisihi kaum musyrikin. Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda :
Kita pun disyariatkan sholât dengan sandal dan khūf (alas kaki/sepatu) untuk menyelisihi orang Yahūdi. Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda :
Dianjurkannya bersahur pun, diantara hikmahnya adalah juga untuk menyelisihi Ahli Kitâb. Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda :
Demikian pula dengan menyegerakan berbuka, juga dianjurkan untuk menyelisihi ahli Kitâb :
Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya.
Sisi pendalilan hadits-hadits di atas adalah, apabila dalam masalah penampilan saja, seperti menyemir rambut dan memelihara jenggot kita diperintahkan untuk menyelisihi kaum kuffâr, maka tentu saja dalam hal perayaan yang bersifat bagian dari ritual dan syiar keagamaan mereka lebih utama dan lebih wajib untuk diselisihi.
Adapun âtsar sahabat dan ulama salaf dalam masalah ini, sangatlah banyak. Diantaranya adalah ucapan ’Umar radhiyallâhu ’anhu, beliau berkata :
’Abdullâh bin ’Amr radhiyallâhu ’anhumâ berkata :
Imâm Muhammad bin Sîrîn berkata :
Imâm Baihaqî memberikan komentar :
Apabila demikian ini sikap manusia-manusia terbaik, lantas mengapa kita lebih menerima pendapat dan ucapan orang-orang yang jâhil dan mengikuti budaya kaum kuffâr daripada ucapan para sahabat yang mulia ini.
Hari Raya Kita Adalah Idul Fithri dan Idul Adhhâ serta Jum’at
Di dalam hadîts yang diriwayatkan oleh Ummul Mu’minîn, ’Â`isyah ash-Shiddîqah binti ash-Shiddîq radhiyallâhu ’anhumâ, beliau menceritakan bahwa ayahanda beliau, Abū Bakr radhiyallâhu ’anhu mengunjungi Rasūlullâh. Kemudian Abū Bakr mendengar dua gadis jâriyah menyanyi dan mengingkarinya. Mendengar hal ini, Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda :
Dari hadîts di atas, ada dua hal yang bisa kita petik :
Pertama, sabda Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : ”Sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya” menunjukkan bahwa setiap kaum itu memiliki hari raya sendiri-sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allôh Ta’âlâ :
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allôh memberikan aturan dan jalan sendiri-sendiri secara khusus. Kata Lâm (لِ) pada kata Likullin (لِكُلٍّ) menunjukkan makna ikhtishâsh (pengkhususan). Apabila orang Yahūdi memiliki hari raya dan orang Nashrâni juga memiliki hari raya, maka hari-hari raya itu adalah khusus bagi mereka dan tidak boleh bagi kita, kaum muslimin, ikut turut serta dalam perayaan mereka, sebagaimana kita tidak boleh ikut dalam aturan dan jalan mereka.
Kedua, sabda Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : وإن عيدنا هذا اليوم (Dan hari raya kita adalah pada hari ini”), dalam bentuk ma’rifah (definitif) dengan lâm dan idhâfah menunjukkan hasyr (pembatasan), yaitu bahwa jenis hari raya kita dibatasi hanya pada hari itu. Dan hari tersebut di sini masuk pada cakupan hari raya ’îdul Fithri dan ’îdul Adhhâ, seperti dalam perkataan para ulama fikih :
Maka maksudnya tentu saja, tidak boleh berpuasa pada dua hari raya ’Idul Fithri dan ’Idul Adhhâ.
Dalîl lainnya adalah hadîts Anas bin Mâlik :
Adapun Jum’at, maka termasuk hari raya kaum muslimin yang berulang-ulang dalam tiap pekannya. Sehingga dengannya telah cukup bagi kita dan tidak mencari hari-hari perayaan lainnya. Dalîl hal ini adalah, sabda Nabî yang mulia Shallâllâhu ’alahi wa Sallam :
Dari Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda :
Mencukupkan Diri Dengan Sunnah
Para pembaca budiman, sesungguhnya mencukupkan diri dengan yang telah diberikan oleh Allôh dan Rasūl-Nya adalah jauh lebih baik dan utama bagi kita, sehingga tidak perlu bagi kita mencari selain dari apa yang dituntunkan dan diperintahkan oleh Rabb dan Nabî kita, lalu mengikuti jalannya orang-orang yang bodoh dan menyimpang. Allôh Ta’âlâ berfirman :
Ibnu Mas’ūd radhiyallâhu ’anhu berkata :
Beliau juga radhiyallâhu ’anhu berkata :
Islâm adalah agama yang sempurna, tidak butuh lagi kepada penambahan-penambahan, revisi ataupun penilaian dari luar.
Fatwa al-Imâm Ibnu Baz
Ditanya al-Imâm Ibnu Baz rahimahullâh :
”Apa arahan yang mulia tentang peringatan tahun baru dan apa pendapat anda tentangnya?”
Al-Imâm menjawab :
”Perayaan tahun baru adalah bid’ah sebagaimana dijelaskan oleh para ulama dan masuk ke dalam sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam :
Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam juga bersabda :
Nabî ’alaihi ash-Sholâtu was Salâm juga bersabda di tengah khuthbah jum’at :
An-Nasâ`î menambahkan di dalam riwayatnya dengan sanad yang shahîh :
Maka wajib bagi seluruh muslim baik pria maupun wanita untuk berhati-hati dari segala bentuk bid’ah. Islâm dengan segala puji bagi Allôh telah mencukupi segala hal dan telah sempurna. Allôh Ta’âlâ berfirman :
Allôh telah menyempurnakan bagi kita agama ini segala yang disyariatkan baik berupa perintah maupun segala yang larangan dilarangnya. Manusia tidak butuh sedikitpun kepada bid’ah yang diada-adakan oleh seorangpun, baik itu bid’ah perayaan maupun selainnya.
Segala bentuk perayaan, baik itu perayaan kelahiran Nabî Shallâllâhu ’alahi wa Sallam, atau peringatan kelahiran (Abū Bakr) ash-Shiddiq, ’Umar, ’Utsmân, ’Alî, Hasan, Husain atau Fâthimah, ataupun Badawî, Syaikh ’Abdul Qadîr Jailânî, atau Fulân dan Fulânah, semuanya ini tidak ada asalnya, mungkar dan dilarang. Semua perayaan ini masuk ke dalam sabda Nabî, ”setiap bid’ah itu sesat”.
Untuk itu tidak boleh bagi kaum muslimin untuk merayakan bid’ah ini walaupun manusia mengamalkannya, karena perbuatan manusia itu bukanlah dasar syariat bagi kaum muslimin dan tidak pula qudwah (teladan) kecuali apabila selaras dengan syariat. Semua perbuatan dan keyakinan manusia harus ditimbang dengan timbang syar’î yaitu Kitâbullâh dan Sunnah Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam. Apabila selaras dengan keduanya maka diterima dan apabila menyelisihi ditolak, sebagaimana firman Allôh Ta’âlâ :
Semoga Allôh memberikan taufiq dan petunjuk-Nya kepada semuanya ke jalan-Nya yang lurus.
[Fatâwâ Nūr ’alad Darb; kaset no.1]
Kesimpulan
Tidak ragu lagi, dari ulasan singkat dan sederhana di atas, bahwa perayaan Tahun Baru, maupun perayaan-perayaan lainnya yang tidak ada tuntunannya, merupakan :
1. Bid’ah di dalam agama setelah Allôh menyempurnakannya.
2. Menyerupai orang kuffâr di dalam perayaan mereka.
3. Turut menghidupkan syiar dan mengagungkan agama kaum kuffâr.
Allôhu a’lam bish Showâb.
Daftar Bacaan :
• Al-Bida’ al-Haulîyah, ’Abdullâh bin ’Abdil ’Azîz at-Tuwaijirî. Riyâdh : 1421/2000, Dârul Fadhîlah. Cet. 1.
• Al-Bida’ al-Haulîyah, ’Abdullâh bin ’Abdil ’Azîz at-Tuwaijirî. Soft Copy dari http://sahab.org.
• Tahrîmul Musyârokah fî A’yâdil Mîlâd wa Ra`sis Sanah, http://magrawi.net
• Waqofah Haula A’yâdi Ra`sis Sanah al-Ifranjîyah, Khâlid ’Abdurrahman asy-Syayi’, http://magrawi.net
• The Two ‘Eids And Their Significance, ‘Abdul Majîd ‘Alî Hasan, Ebook download dari http://theclearpath.com
• Hukmu A’yâdil Mîlâd, al-‘Allâmah ‘Abdul ‘Azîz bin Baz, http://magrawi.net
Kejujuran Membawa Berkah
Abdullah mempunyai seorang anak perempuan bernama Siti. Anak perempuannya itu senang membantu pekerjaan sang ayah. Selain itu ia juga rajin dan taat beribadah. Sedangkan Abdurrahman memiliki anak laki-laki bernama Naufal, yang juga rajin membantu ayahnya berdagang. Sebagai sahabat karib, keduanya seringkali berkunjung satu sama lain dengan mengajak anak-anak mereka.
“Abdurrahman sahabatku.. Aku baru saja selesai panen dan Alhamdulillah aku mendapat keuntungan yang sangat besar dari hasil panenku. Sekarang aku berniat untuk menambah lagi lahan pertanianku. Apakah kau punya pandangan lahan yang dijual di daerah sekitar sini?”
Abdurrahman diam sejenak. Ia berpikir.. “Hmm.. Abdullah adalah sahabatku, ini adalah kesempatan untuk membantunya”
“Abdullah.. Bagaimana jika lahanku saja.. Kebetulan aku ada sedikit lahan peninggalan orang tua. Lagipula lahan itu tidak ada yang mengelola karena aku sibuk berdagang. Kau bisa membelinya dengan harga yang pantas”.
“Ohya? Alhamdulillah.. Kau baik sekali, sahabatku. Namun tentunya aku ingin melihatnya lebih dulu, kalau cocok barulah kita bicarakan soal harga”.
Kemudian mereka bersama-sama menuju ke tempat lahan Abdurrahman yang akan dijual.
“Abdullah.. Inilah lahan yang aku maksud”
“Wah! Lahan ini bagus sekali untuk pertanian. Apakah kau akan menjualnya semua?”.
“Aku akan jual semua untukmu, Abdullah”
“Baiklah, kalau begitu aku akan bayar sesuai dengan harga yang kau minta”
Abdullah pulang dengan hati gembira karena telah mendapatkan lahan pertanian yang baru. Sesampai di rumah ia pun bercerita kepada Siti, anak perempuannya, bahwa ia baru saja membeli lahan yang bagus dari sahabatnya.
“Anakku.. Ayo kita pergi ke kota untuk mencari bibit tanaman dan beberapa alat pertanian. Sebagian alat-alat pertanian kita sudah waktunya diganti yang baru”.
“Baik ayah.. Aku bersiap-siap dulu”
Keesokan harinya mulailah Abdullah dan Siti menggarap lahan yang baru itu. Mereka bekerja keras tak kenal lelah. Abdullah terus mencangkul tanah dari ujung batas lahan sebelah barat sampai ujung batas sebelah timur. Sementara Siti membantu mencabuti rumput dan menyiapkan makanan untuk ayahnya.
Pada saat Abdullah asyik mengayunkan cangkulnya, tiba-tiba TING!! Terdengar suara nyaring dari ujung cangkulnya. Ia coba sekali lagi mengayunkan cangkulnya, dan.. TING!!, kembali cangkulnya menatap sebuah benda keras.
“Hai! Siti! Coba kemari.. Ayah menemukan sesuatu!”
Siti datang menghampiri ayahnya.
“Ayah! Ayo kita lihat. Benda apa yang ada di bawah sana”
Mereka bersama-sama menggali tanah. Dan.. Betapa kaget mereka demi melihat apa yang mereka temukan.
“Hahh?! Bokor emas!!” teriak mereka serentak.
Mereka menemukan sebuah bokor emas sebesar buah kelapa dengan cahaya berkilauan.
Siti memungut benda itu dan membersihkannya dari tanah yang masih melekat.
“Waah… Indah sekali Ayah. Pasti harganya sangat mahal! Kita beruntung, Ayah!”
“Tidak! Tidak Anakku! Benda itu bukan milik kita. Kita tidak berhak memilikinya. Ayah hanya membeli lahan ini, bukan isinya. Ayah harus mengembalikan benda ini kepada pemiliknya, Abdurrahman sahabat Ayah”
Abdullah pun bergegas pergi ke rumah sahabatnya dengan membawa bokor emas yang baru saja ia temukan. Sesampai di rumah Abdurrahman..
“Abdurrahman sahabatku, aku temukan benda ini di dalam lahan yang aku beli darimu. Aku tidak berhak memilikinya. Karena aku membayarmu hanya untuk sebidang lahan dan bukan isinya”
“Maaf Abdullah, aku tidak bisa menerima ini. Karena aku menjual lahan itu, tentu saja beserta isinya, jadi itu jelas bukan milikku. Tetapi milikmu”.
“Aku juga tidak bisa menerima ini, Abdurrahman. Aku takut kepada Allah jika mengambil sesuatu yang bukan hakku..”
“Aku pun demikian, Abdullah. Celakalah diriku jika memiliki sesuatu yang bukan hakku”
Mereka bingung harus bagaimana. Sesaat mereka terdiam, lalu salah satu diantara mereka mengusulkan,
“Bagaimana kalau persoalan ini kita laporkan kepada pak Kyai? Agar beliau yang memutuskan semuanya. Dan… Apapun keputusan beliau kita harus menerimanya”
Keduanya sepakat dan sama-sama berangkat menuju rumah pak Kyai.
Sesampai di rumah pak Kyai kedua sahabat itu menyampaikan permasalahan mereka. Pak Kyai berpikir sejenak, lalu mengajukan pertanyaan kepada mereka.
“Abdurrahman... Apakah kau mempunyai seorang anak?”
“Iya pak Kyai. Saya punya seorang anak laki-laki”.
“Hmm… Baik. Apakah anakmu itu sudah cukup dewasa untuk menikah?
“Sudah pak Kyai. Anak saya berumur 26 tahun”.
“Bagus”
“Tuan Abdullah.. Apakah kau mempunyai seorang anak?”
“Iya pak Kyai. Siti adalah anak perempuan saya satu-satunya”
“Berapa usia anakmu?”
“Emm.. Bulan depan, 21 tahun pak Kyai”
“Baiklah… Abdurrahman dan Abdullah.. Tanyakan kepada anak kalian masing-masing, apakah mereka mau dijodohkan. Jika mereka mau, juallah bokor emas itu. Lalu uang hasil penjualannya kalian gunakan untuk membiayai pesta pernikahan anak-anak kalian. Bagaimana?”.
Abdurrahman dan Abdullah saling pandang dengan wajah berseri-seri. Lalu keduanya menganggukkan kepala. Keputusan pak Kyai telah membuat mereka bernafas lega.
“Alhamdulillah.. ini adalah keputusan yang sangat adil”
“Iya.. Kita telah mendapatkan jalan keluar atas permasalahan kita”
“Abdurrahman sahabatku.. Kita benar-benar akan menjadi saudara..!”
“Abdullah.. Kau akan menjadi mertua anakku! Hahaha…!
Kedua sahabat karib itu pulang dari rumah pak Kyai dengan perasaan suka cita. Namun tiba-tiba keduanya terdiam. Ada sesuatu yang mereka lupakan…
“Abdurrahman.. Kenapa kita terlalu bergembira..? Kau kan belum bertanya kepada anakmu, apakah dia mau menikah dengan anakku?”
“Benar Abdullah.. Jangan-jangan anakmu juga tidak mau menikah dengan anakku!”
Mereka kembali terdiam. Pikiran mereka berkecamuk. Mereka kuatir anak-anak mereka menolak dijodohkan. Kalau sampai itu terjadi berarti persoalan bokor emas itu akan muncul kembali. Akhirnya mereka sepakat untuk mengumpulkan anak-anak mereka dan menyampaikan maksud mereka sesuai dengan petunjuk dan nasehat pak Kyai.
Keesokan harinya Abdurrahman mengajak Naufal anaknya berkunjung ke rumah Abdullah. Sementara Abdullah dan Siti sudah menunggu kedatangan mereka. Dengan sangat hati-hati mereka menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan mereka hari itu. Lalu diakhir kalimat mereka, mereka bertanya kepada anak-anaknya..
“Bagaimana anakku? Apakah kalian mau dijodohkan?”
Sejenak Naufal dan Siti saling memandang. Sementara ayah mereka menunggu jawaban dengan hati berdebar. Akhirnya dengan serempak Naufal dan Siti memberikan jawaban yang mengejutkan.
“Kami memang sudah lama saling mencintai. Tetapi kami takut untuk berterus terang kepada Ayah!”
Mengejutkan sekaligus melegakan hati Abdullah dan Abdurrahman. Mereka tidak menyadari bahwa kebiasaan mengajak anak-anak mereka saling berkunjung, rupanya telah menumbuhkan benih cinta diantara anak-anak mereka.
Pesta pernikahan Naufal dan Siti pun dilaksanakan dengan sangat meriah dengan biaya dari hasil penjualan bokor emas. Sebenarnya, bukanlah nilai bokor emas itu yang membuat mereka bahagia, akan tetapi kejujuran dan ketulusan merekalah yang menjadikan bokor emas itu membawa berkah untuk mereka dan kedua anaknya/***
Penulis : Dave Ariant Yusuf W
Sumber : www.nuansaonline.net
Rabu, 08 Oktober 2008
Tiga tipe manusia berdasarkan aktifitasnya.
_______________________________________
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ ٭ فاطر ٣٢
Kemudian aku wariskan kitab kepada orang2 yang telah aku pilih dari hambaku, maka sebagian dari mereka orang yang aniaya pada dirinya dan sebagian dari mereka orang yang sedang dan sebagian dari mereka orang yang bercepat pada kebaikan dengan idzin Alloh. Demikian itu keuntungan yang besar.
Berdasarkan latar belakang penggerak aktifitas/pengamalannya; manusia dapat digolongkan menjadi tiga (3) tipe mental yaitu: Tipe mental Pejuang, Tipe mental Pekerja, dan Tipe mental Penjahat.
1. Tipe mental Pejuang.
Tipe mental Pejuang adalah orang yang bekerja, beraktifitas/beramal/ berjuang dengan dedikasi tinggi terbaiknya untuk tujuan menghasilkan sesu-atu yang terbaik, terbenar, dan termanfaat. Bagi seorang Pejuang ada atau tidaknya imbalan tak menjadi persoalan, yang penting ia bisa dan biasa mela-kukan yang terbaik, terbenar, teradil, teraman, termanfaat untuk kemaslahatan (kesejahteraan, kepentingan, dan keselamatan) diri dan umat seluas-luasnya.
Perjalanan waktu telah membuktikan bahwa orang-orang yang namanya harum hingga sekarang adalah para Pejuang Kebenaran. Apa sebabnya? Kare-na mereka lebih banyak memberi daripada mendapatkan; lebih banyak berkor-ban daripada mengorbankan; lebih banyak bekerja daripada berbicara; serta lebih banyak berkarya nyata daripada berkhayal nyata.
Untuk saat sekarang dan mendatang; bangsa kita umumnya dan Agama khususnya sangat memerlukan banyak Pemimpin yang terdiri dari orang-orang yang bermental dan mampu menjadi Pejuang sejati; daripada Pemimpin yang bermental sebagai Pekerja.
Salah satu ciri melekat seorang Pemimpin Pejuang adalah kepemilikan watak/karakter Perwira berjiwa Ksatria sejati yang mulia; siap setiap saat, jujur mengakui kebenaran dan tulus mengakui kesalahan dihadapan umum; sekali-pun saja tak akan pernah melakukan keculasan/pengkhianatan dengan cara cuci tangan - mencari kambing hitam/mengorbankan pihak lain/bawahannya tatkala ia terbukti berbuat kesalahan à fastabiqul khoirot !
2. Tipe mental Pekerja.
Tipe mental Pekerja adalah orang yang hanya mau melakukan sesuatu karena disuruh/diperintah atau karena mengharapkan imbalan dan keuntungan langsung. Ia akan berhenti beraktifitas apabila tidak ada lagi imbalan yang bisa didapat!. Pekerja hanyalah orang-orang yang mau bergerak apabila ada keun-tungan langsung yang bisa diperoleh, dan hanya bergerak apabila disuruh; pasif; kurang peduli, dan terkesan tak ada inisiatif sama sekali! à muqtasid !
3. Tipe mental Penjahat.
Tipe mental Penjahat adalah tipe orang yang hanya bekerja untuk keun-tungan diri dan kelompoknya (/komplotannya) sendiri. Tak menjadi soal apa-kah sikap perilaku dan tindakan yang ia lakukan dengan menghalalkan semua cara, memberatkan, menyesengsarakan, merugikan, mengorbankan orang lain yang penting dan
Kita selaku orang iman sejati perlu dan harus berdedikasi tinggi dalam me-nempuh hidup sekali ini. Orang yang berdedikasi tinggi akan senantiasa berupaya mencari dunia dengan cara yang baik dan benar, serta akan menggunakan/me-ngeluarkannya dengan cara dan pertimbangan yang baik, benar serta demi kepen-tingan/kemaslahatan umat pula !. Salah satu caranya adalah dengan senantiasa berupaya untuk mampu berpikir, bekerja keras dan berkarya besar !.
Setiap kali ada momentum Hari Kemerdekaan, seharusnya mampu mem-bangkitkan kembali semangat juang kita; berjuang untuk melakukan perubahan lebih serius kedepan untuk kemajuan dan kebaikan masyarakat/umat dengan cara mentransformasikan (memindah-alihkan) potensi - kemampuan - keahlian kita un-tuk kemanfaatan yang seluas-luasnya, dan selalu berupaya mencari solusi cerdas beserta alternatifnya atas setiap masalah yang ada dan terjadi di lingkungannya, serta senantiasa berusaha membawa keselamatan dan kedamaian bagi lingkung-an sekitar. Dengan lain kata; ikhlas berbuat semata-mata bukan untuk mendapat-kan, tetapi berbuat ikhlas semata-mata untuk mencipta, menghasilkan, memberi, menebarkan kebaikan, kebenaran, dan kemanfaatan yang sebanyak-banyaknya serta seluas-luasnya; berupaya sedapat mungkin menjadi karya besar yang monu-mental !.
Semoga Alloh paring barokah dan manfaat !!!
Rabu, 03 September 2008
NARKOBA / NAPZA
(Narkotika, Alkohol, dan Bahan Adiktif / Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif)
Sebenarnya apakah Narkotika, Drugs, dan NAPZA itu ?
Narkotika dikenal secara umum sejatinya adalah sebagai obat-obatan yang digunakan untuk maksud yang khusus dan dalam dosis yang tertentu, namun dalam tema pembicaraan kita ini disalahgunakan penggunaannya। Drugs, diambil dari bahasa Inggris yang artinya obat-obatan, sedangkan NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Zat Adiktif itu adalah zat yang dapat menimbulkan ketergantungan (menjadi ketagihan) terhadap penggunanya.
Macam-macam Narkotika:
1. Ganja
2. Candu
3. Morfin
4. Opiat (Heroin /Putaw)
5. Kokain
6. Nikotin
7. Codein
Macam-macam NAPZA:
1. Alkohol
2. Barbiturat (Obat penenang)
3. Obat tidur
4. Amphetamenia (Shabu-shabu, Ekstasi)
5. Inhalants (bensin, cat, lem yang baunya dihirup lewat hidung)
Sekarang narkotika yang lagi ngetrend dikalangan remaja adalah putaw. Kalau shabu-shabu dipakai oleh para pekerja atau eksekutif muda. Kenapa pemakainya berbeda? Karena kedua jenis obat itu memang berbeda kegunaan dan efeknya.
Kalau putaw itu efek nikmatnya bisa fly, serasa bisa melayang-layang sendiri dan merasa tenang. Pemakainya biasanya remaja, karena remaja mempunyai mental yang masih labil, sehingga kalau ada masalah ingin cepat selesai, mudah terpengaruh dengan lingkungan dan rasa ingin tahu tinggi atau iseng ingin mencoba. Nah! kalau sudah pakai putaw rasanya semua masalah hilang - plas !, dan dunia ini serasa begitu indah, nggak ada lagi gangguan yang bakal datang.
Kalau shabu-shabu pemakainya seolah nggak pernah ngrasain sakit, soalnya akan gembira terus, senang terus, stamina selalu okey, makanya pemakainya itu para eksekutif tujuannya untuk menambah stamina dalam bekerja, apalagi maunya kerja nglembur pantang kendur, nah ! dia mesti kerja terus, biar duit bisa mengalir terus, soalnya shabu-shabu ini harganya sangat mahal !.
Bahaya Narkotika/Drugs/NAPZA
Jika ada pendapat narkoba/napza/drugs
Drugs itu merusak otak dan tubuh, sehingga mengakibatkan terjadinya komplikasi dan bisa menimbulkan berbagai macam penyakit. Secara fisik sudah kita ketahui bahwa drugs merusak sel-sel yang ada dalam tubuh. Kita akan mudah terkena infeksi terutama bagian hidung dan tangan. Tetapi selain merusak fisik, drugs ini juga merusak mental kita dan merusak hubungan kita dengan keluarga dan lingkungan masyarakat, misalnya hubungan dengan keluarga jadi semakin reng-gang, sering marah-marah dan bosan di rumah, kelakuannya jadi anti sosial, suka menyendiri, nggak suka berhubungan dengan lingkungan, malas belajar, nilai sekolah menurun drastis, nggak bisa membedakan : baik - buruk, pahala - dosa, dan selanjutnya akan menyebabkan terjadinya kriminalisasi[1] dalam diri orang ini hingga ia menjadi suka berbohong menipu, mencuri, berbuat curang, bahkan tidak mustahil melakukan perbuatan kriminal yang lebih berat, dan yang paling berbahaya adalah kalau kita kecanduan drugs, itu berarti secara rutin kita harus mengkonsumsi obat itu, dan kalau nggak, badan kita terasa sakit bukan main, dan bahaya yang paling berat adalah kalau pemakai menggunakan drugs ini dalam dosis yang tinggi dan apa yang terjadi ?. Orang tersebut akhirnya bisa (baca : kebanyakan) mati.
Kalau Kecanduan dan Ketagihan drugs
Semua drugs bisa membuat kecanduan. Kalau pemakai putaw (disebut pakaw) terus nggak pakai lagi, badan bisa terasa sakit semua (sakaw), tak ada rasa sakit yang luar biasa dirasa seperti itu dialami sebelumnya !. Badan meriang, air mata meleleh, pilek, dan semua tulang sakit, ngilu, apalagi kalau kena air, makanya pemakai putaw jarang mandi, soalnya kalau badannya kena air rasanya seperti ditusuk-tusuk, sakitnya bukan main. Maka kalau orang lagi sakaw bisa berteriak-teriak. Kalau shabu-shabu jika pemakainya berhenti badan jadi lemas, nggak bergairah. Lama kelamaan sel di otak jadi rusak, bengong, curigaan, gampang tersinggung, dan selalu ketakutan kepada orang lain.
Bahaya untuk cewek:
Þ Mengganggu siklus menstruasi, atau nggak mens selama memakai drugs
Þ Membuat kering rahim (peranakan) sehingga bisa menyebabkan mandul dan menyebabkan kista atau kanker.
Þ Pengaruh hormon, bisa menyebabkan payudara mengecil dan postur tubuh seperti cowok, enggak menarik lagi.
Þ Nggak doyan makan sehingga badan menjadi kurus, wajah nggak bercahaya dan nggak menarik lagi.
Þ Ketagihan bisa menyebabkan kita melakukan apa saja demi mendapatkan putaw atau drugs termasuk menjual diri (karena yang ada dalam piki-rannya bagaimana caranya dia bisa dapat drugs).
Cara penyebaran Drugs
Þ
Þ Ingin coba - coba.
Þ Rasa ingin tahu terutama para remaja yang rasa ingin tahunya besar.
Þ Dirayu teman sehingga terpengaruh
Þ Gengsi sama pergaulan (merasa nggak bisa gaul)
Þ Nggak PeDe ( Nggak punya rasa percaya diri sama dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat)
Þ Biar dianggap keren dan ingikutin perkembangan jaman.
Þ Merasa nggak bahagia sama lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Þ Pendidikan (kepahaman ) agama yang kurang kuat (Nggak takut neraka)
Þ Nggak bisa mengekspresikan diri atau mengungkapkan pendapat dan isi hati.
Cara supaya kamu tidak pakai dan terkena Drugs
Sebagai remaja kita harus berupaya sejauh mungkin jangan pernah menyentuh apalagi mencoba yang namanya drugs, narkoba, napza ini adapun caranya adalah:
Þ Jangan suka menyimpan masalah sendiri (entar jadi stress lho!) minimal cerita sama teman atau saudara terdekat.
Þ Dekat sama ortu dan mulailah terbuka dengan mereka. Cerita tentang kegiatan sehari hari sama mereka. Kalau ortu sibuk minimal hubungi mereka lewat telepon (kalau punya)
Þ Jangan melihat orangtua (ortu) sebagai musuh kita, cobalah anggap ortu sebagai teman terdekat atau sahabat.
Þ Kalau ada sesuatu uneg uneg dihati dikeluarin saja pada mereka (ortu atau sobat gambuhmu), jangan takut atau marah, jangan membiarkan beban terus bercokol dihati kita (lebih baik ngeluh plus berdoa minta jalan keluar yang terbaik kepada Alloh)
Þ Jangan pernah malu atau gengsi untuk minta maaf kalau kita berbuat salah karena semua orang pernah berbuat salah.
Þ Pilihlah salah satu kegiatan ekskul yang kamu jadikan hobi supaya nggak bosan belajar di rumah.
Þ Nggak tahu musti ngapain ? Nggak ada kerjaan ? Jangan sampai pikiran kosong itu nyampai di kepala karena biasanya kalau kita nggak tahu mesti ngapain, pikiran kita suka membayangkan dan memikirkan hal-hal yang nggak benar. Kenapa kita nggak mencari kegiatan yang positif saja
Þ Jangan pernah tergoda sama rayuan teman pemakai drugs/NAPZA.
Þ Kita mesti berani menolak mentah-mentah sama teman yang mencoba menawarkan obat kejam itu.
Þ Coba bilang dengan tegas. TIDAK ....TIDAK .... dan TIDAK .!!
Þ Pertebal ketahanan IMTAQ (iman dan taqwa)
Mengenali teman yang memakai drugs/NAPZA
1. Perubahan perilaku
Þ Yang tadinya periang menjadi pemurung
Þ Cepat tersinggung tanpa sebab
Þ Cepat naik darah
Þ Menarik (mengucilkan) diri dari lingkungan
Þ Tadinya pinter, tiba-tiba nilainya jeblok (prestasi menurun tajam)
2. Perubahan fisik
Þ Mata merah dan nggak jernih
Þ Badan semakin kurus
Þ Wajah nggak cemerlang
3. Perubahan penampilan
Þ Yang tadinya rapi jadi cuek dan berantakan
Þ Yang biasanya wangi jadi bau’
(Sumber :NAZA oleh tim Alifa yang diperkaya)
Edisi Kedua April 2002
[1]Sebagaimana virus komputer, “zat” ini akan meracuni pusat pengendalian diri seseorang yaitu hati nurani untuk melakukan tindakan nista dan melanggar ketentuan umum maupun peraturan agama